- September 4, 2015
- Posted by: admin
- Category: Berita
Palembang, BP
Berkurangnya daya beli masyarakat berpengaruh kepada penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang diterima Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan setiap tahunnya.
Dinas Pendapatan Daerah Sumsel mengungkapkan, sejak tahun 2011 terjadi tren penurunan daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh situasi perekonomian yang semakin memburuk dari tahun ke tahun. Tahun ini penerimaan PKB diprediksi turun 15 persen dari tahun lalu dengan penambahan jumlah kendaraan bermotor yang hanya sekitar 170.000 unit.
Berdasarkan data, total kendaraan yang bertambah pada 2011 tercatat sebanyak 383.839 unit. Turun sekira 30 persen pada 2012 yakni 255.419 unit. Lalu 2013 dengan 220.472 unit, dan 2014 ada 208.014.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Muslim mengatakan, hingga Agutus 2015 penambahan kendaraan bermotor baru di Sumsel yakni 105.520 unit. Dengan rinciannya roda empat 17.960 unit dan roda dua serta roda tiga sebanyak 87.560 unit.
“Berdasarkan data, Palembang tetap menjadi daerah tertinggi untuk penambahan jumlah kendaraan baru, yakni mencapai 7.056 unit. Namun daya beli masyarakat rendah. Ini pengaruh dolar yang menguat sehingga nilai rupiah merosot” ujarnya, Kamis (3/9).
Disusul oleh OKI 1.758 unit, Muaraenim 1.471 unit, Musi Banyuasin 1.436 unit, dan Banyuasin 1.384 unit. Lalu OKU Timur dengan 1.010 unit, OKU sejumlah 888 unit, Musirawas 738 kendaraan bermotor, Ogan Ilir (OI) dengan 733 unit, serta OKU Selatan 645 unit.
Ada juga dari Prabumulih dengan 587 unit, Lubuk Linggau dengan 563 unit, Lahat dengan 544 unit, Pagaralam dengan 116 unit, dan Empat Lawang dengan 43 unit.
“Karena di PALI dan Muratara belum ada UPTD Dispenda, jadi penambahan kendaraan bermotor masih tercatat di kabupaten induk masing-masing yakni di Muaraenim dan Musirawas,” jelas Muslim.
Turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar pun berefek padaharga penjualan kendaraan bermotor pun ikut terdorong naik. Sebab harga jual kendaraan bermotor di Indonesia tak bisa lepas dari pengaruh dolar.
“Jika kendaraan baru tak banyak bertambah, maka PAD kita juga tak banyak. Hasilnya target penerimaan PAD meningkat pun masih harus dipertanyakan,” ungkap Muslim.
Hal itu disebabkan karena cara pembayaran pembelian kendaraan motor di Indonesia, termasuk di Sumsel dengan menggunakan mata uang rupiah. Sementara alat-alat kendaraan motor atau mobil didatangkan dari luar Indonesia.
Namun utunk memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sector PKB, Gubernur Sumsel telah mengeluarkan Pergub nomor 21 tahun 2015 tentang pemberian keringanan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) untuk kendaraan angkutan orang dan barang. Besaran keringanannya sebesar 70 persen untuk angkutan orang dan 50 persen untuk angkutan barang.
Ia menjelaskan, secara umum kebijakan ini diberlakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bila biaya BBN-KB murah, penetapan biaya tarif angkutan penumpang pun semakin murah. Serta biaya operasional angkutan barang yang murah, akan berdampak pada menurunnya harga-harga produk, khususnya kebutuhan sehari-hari.
“Di sisi lain, pemerintah pun mendorong agar pemilik modal melirik sektor transportasi untuk mendirikan perusahaan-perusahaan baru. Itu tentu mengembalikan kondisi baik perekonomian nasional yang sedang menurun,” tuturnya.
Kebijakan ini, dikatakan Muslim, sudah berlaku sejak 31 Desember 2014 lalu, dan akan terus disosialisasikan kepada masyarakat pemilik kendaraan angkutan berplat kuning. Hal ini tertuang dalam pasal 8 dan harus sudah berlaku penuh satu tahun setelah Permen diundangkan, yakni 31 Desember 2015 mendatang.
“Kalau bayar tetap perorangan setelah 31 Desember, izin beroperasi angkutan umum tersebut bisa dicabut Dishub dan tidak dapat insentif. Badan hukumnya bisa berbentuk koperasi, CV, atau Perseroan Terbatas (PT) sesuai yang direkomendasikan oleh Dishub,” tambahnya.
Adanya kebijakan ini pun bisa meningkatkan pengawasan pajak terhadap wajib pajak. Karena pengawasan terhadap perusahaan, lebih mudah dibandingkan dengan wajib pajak perorangan. Selain itu, daerah mendapatkan potensi pajak lain seperti pajak penghasilan dari terbentuknya perusahaan tersebut.
“Kita sudah koordinasikan kepada Organda dan Dishub. Merekalah yang mensosialisasikan kebijakan ini agar banyak pemilik angkutan umum perorangan yang beralih untuk membentuk badan hukum,” tuturnya. Pihaknya pun bekerja sama dengan pihak dealer untuk ikut mensosialisasikan hal tersebut saat ada yang hendak membeli kendaraan angkutan.
“Hingga saat ini, sudah terlihat ada peningkatan penyerapan dari pajak yang lebih tinggi dari 32 persen pada bulan lalu, menjadi sekita 40-an persen per 13 Agustus ini untuk pembayaran BBN-KB,” tandasnya. Oidz