- September 7, 2015
- Posted by: admin
- Category: Berita
Palembang, BP
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan meluncurkan songket
sebagai warisan budaya warisan dunia UNESCO pada 15-17 Oktober
mendatang di Palembang Soprt & Convention Center (PSCC). Pemprov meminta BUMN yang beroperasi di Sumsel untuk ikut andil berperan dalam peluncuran tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumsel Permana mengatakan, pihaknya berharap BUMN yang ada di Sumsel itu mau mengalokasikan dana tanggung jawab social (CSR) mereka untuk kegiatan tersebut.“Kami undang 17 BUMN yang ada di Sumsel supaya mau berpartisipasi untuk acara pelestarian budaya songket, sekarang masih menunggu respon mereka,” ujarnya. Pemprov harus melibatkan instansi BUMN karena terkendala minimnya anggaran untuk menggelar acara yang penuh dengan kegiatan itu. Untuk mengadakan acara selama tiga hari itu membutuhkan biaya senilai Rp2,1 miliar yang digunakan untuk pameran, seminar, talk show, business meeting, hingga fashion show.
Sebenarnya, pemprov sudah berupaya menekan anggaran dari sebelumnya sebanyak Rp2,4 miliar namun nyatanya masih kekurangan dana sebanyak Rp998 juta untuk biaya panggung. Permana menambahkan agenda mengenai songket itu tergolong
penting bagi kelangsungan industri songket asal Sumsel. Rangkaian
acara selama tiga hari tersebut pun akan diisi dengan pencetakan rekor MURI. Rekor MURI itu sendiri berkaitan dengan peluncuran gaun yang berisi 40 hingga 46 motif songket khas provinsi itu.“Kami ingin menyaingi Samarinda yang sudah membuat gaun dengan 17 motif. Kami akan mempertunjukkan 40-46 motif songket dalam satu gaun,” ungkapnya.Sebelumnya Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumsel Hj Eliza Alex Noerdin berharap, momen ini bisa dijadikan sebagai ajang memperluas pasar songket di masyarakat.Eliza menjelaskan, songket memang identik dengan harganya yang mahal, karena proses dan bahan yang digunakannya pun tidak murah. Namun pihaknya berusaha agar songket yang menjadi ciri khas budaya Sumsel, khususnya Palembang, dapat digunakan oleh seluruh masyarakat.”Itu tujuan utama kita. Sekarang sedang kami upayakan agar tersedia songket yang harganya terjangkau, namun kualitas dan kearifan lokal tetap terjaga,” tutur Eliza.
Ia memberi contoh, untuk bahan dasar pembuatan songket menggunakan benang yang tidak terlalu mahal agar biaya produksinya pun bisa dikurangi. Namun proses pembuatan tetap menggunakan alat tenun tradisional, bukan menggunakan mesin.”Tidak seperti kain songket asal Tiongkok yang menggunakan mesin. Memang harga songket cetakan, bukan tenun itu lebih murah. Tapi tidak sejalan dengan tujuan kita yang ingin tetap menjaga kualitas songket asli Sumsel. Kita maunya tetap ditenun tradisional,” jelasnya. Oidz