Pelintir Berita Langgar Kode Etik

bagir manan
 
 
 
 
 

Jakarta,BP
Ketua Dewan Pers Bagir Manan menegaskan, pemelintiran berita oleh wartawan jelas pelanggaran  kode etik karena  memberitakan dari   sumber berita yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan.
 “Sebagai pekerja profesional, seharusnya wartawan bekerja atas dasar tanggung jawab pribadi. Seperti   dokter dan pengacara. Bukan tanggung jawab kelembagaan.Wartawan bekerja atas dasar kebenaran, yakni berusaha menemukan dan menegakkan kebenaran. Jika pekerjaan non profesi, perilakunya bisa benar secara hukum, tapi belum tentu benar secara tanggung jawab pribadi,” tegas Baqir Manan   di  Ruangan Wartawan  DPR RI Jakarta, Senin (7/9).
Menurut Bagir,  kode etik, bukan hukum tapi sebagai aturan tingkah-laku yang berisi tentang  kewajiban kita terutama dalam pekerjaan professional. Kode etik sebagai mahkota yang harus dipegang teguh agar profesional dalam menjalankan tugas.
Dikatakan,   profesi wartawan   bekerja atas dasar kepercayaan   baik individual maupun komunitas wartawan. Bekerja atas kepercayaan masyarakat  dan  itu  menjadi kelangsungan kerja. “Jadi, wartawan bertanggung jawab pribadi, juga advokat, dokter dan lain-lain. Wartawan bekerja atas apa yang ditulis,”  jelasnya.
Karena itu lanjut Bagir, wartawan  harus dipercaya, jujur,  berpegang teguh pada kebenaran,  dan  selalu menjunjung tinggi keagunagan, integritas sebagai upaya terbaik untuk menghasilkan yang terbaik, dan mencapai yang terbaik.
“Wartawan    harus terus belajar meningkatkan keterampilan, karena profesi itu tak saja berdasarkan pengetahuan   di bidang tertentu, tapi cukup memiliki pengetahuan yang cukup sebagai insan pers.
 Bagir menambahkan,     pemelintiran berita bisa dilakukan dengan sengaja,         bisa terdorong sikap partisan, keberpihakan itu sangat menentukan suatu berita, karena sudah apriori pada sesuatu, bisa terdorong oleh kebencian, tidak suka, sehingga ingin merendahkan martabat sumber berita,  dan kelompok tertentu, ada dorongan politisasi yang menonjol seperti kasus Kabareskrim Budi Waseso, bertujuan untuk mengaburkan esensi persoalan, bisa motif ekonomi, ingin memperoleh manfaat dari berita semacam itu.
Jadi,  kata dia,  memlintir berita politik, bukan brita secara jurnalistik tapi opini, mencampuradukkan berita dan opini. Itu tidak professional, melainkan sebagai penyalahgunaan profesi.
 Dia minta  wartawan  hati-hati. Tak perlu UU yang banyak, kita hormati UU yang ada   wartawan di era demokrasi  harus bebas bertanggungjawab. “Media online pun  harus memiliki badan hukum,  kalau tidak, konsekuensinya tak ada perlindungan pers,” paparnya.
Sementara itu anggota Komisi IX DPR RI FPDIP Rieke Diah Pitaloka menegaskan,    pemelintiran berita Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputriv mungkin dianggap remeh, sepele, dan cukup dengan meminta maaf, padahal keputusan politik nasional terkait pembubaran lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu pasti serius. Namun, hal itu lumrah, karena   banyak faktor yang menjadikan   wartawan memelintir berita. Misalnya ada yang kejar setoran, terlalu capek, dan ada yang berkepentingan politik.
 “Saat ini tanggung jawab dan tuntutan wartawan sangat berat. Di sisi lain ada pertimbangan kemanusiaan pada wartawan untuk mendapat perlindungan   menjalankan tugas dan kewajibannya, dan DPR RI akan terus memperjuangkan,” tegas Rieke.
Menurut Rieke,  kualitas liputan wartawan yang sering dikeluhkan berbagai kalangan, seperti berita   tidak akurat atau tidak seimbang, disebabkan  berbagai hal. Salah satu tuntutan kerja jurnalis yang semakin berat. Untuk itu, negara  perlu memiliki undang-undang untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan wartawan.  “DPR sedang memperjuangkan  RUU Perlindungan Pekerja Media masuk ke dalam Prolegnas 2016. Saat menyusun Prolegnas 2015, kami tidak mendapat dukungan yang cukup  sehingga belum berhasil,” papar  Rieke. duk


Leave a Reply