Nasib Tragis Si Raja Rimba

raja rimbaBanyuasin BP:Panther Tigris Sumatrae merupakan harimau endemik Indonesia yang masuk klasifikasi satwa kritis, terancam punah. Berdasarkan data dari Wwf, populasi harimau Sumatera di alam liar tinggal sekitar 400 ekor saja.

Untuk menjaga kelestarian hidup Harimau Sumatera, pemerintah melindunginya dengan undang-undang yang melekat pada tubuh karnivora tersebut. Artinya, dimanapun dia berada, baik di hutan atau masuk perkampungan, keselamatannya tetap dilindungi, tidak boleh disakiti, apalagi sampai dibunuh. Bahkan memanfaatkan bagian tubuhnya, juga bisa terjerat hukum.
Ironisnya, kondisi di lapangan bertolak belakang. Nilai ekonomis yang tinggi, membuat harimau sumatera semakin diburu. Sementara perlindungan dari pemerintah kurang maksimal. Di wilayah Sumatera Selatan, dalam dua bulan terakhir saja sedikitnya dua harimau Sumatera ditembak mati.
Habitat mereka rusak parah, hutan semakin gundul, ditambah kemarau panjang yang membuat persediaan air tawar  sulit. Kebakaran lahan akhir-akhir ini juga membuat satwa di kawasan hutan, kelimpungan.
Seperti yang terjadi di Desa Tanjung Raman Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawan. Guna menyelamatkan hidup, Seekor harimau jantan terpaksa keluar dari sarangnya, mencari sumber air terdekat.
Naasnya, harimau yang kehausan itu, masuk perangkap babi di belakang rumah warga, Kamis 10 Oktober sekitar pukul 00.30 wib. Sekitar 10 jam terperangkap jerat, harimau kelaparan itu semakin tak berdaya dan lemas.
Namun, warga sekitar dan aparat kepolisian setempat yang mengetahui kejadian itu, bukannya memberikan pertolongan, malah menembak harimau tersebut. Empat butir peluru menembus kepala, perut, badan dan punggung Sang Raja.
“Harusnya harimau itu masih bisa diselamatkan, apalagi dalam kondisi yang kelaparan dan kelemahan. Bukan alasan tepat menembaknya, karena keamanan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko.
Sedihnya lagi, mayat harimau dijadikan objek foto selfie masyarakat sekitar. Bahkan ada oknum dengan memegang senjata laras panjang terlihat bangga berpose menodongkan senjata ke arah harimau. “Hal ini jelas penggalan, hak asasi hewan diperlakukan seperti itu,” katanya.
Prosesi evakuasi juga terkesan lamban, jasad harimau baru diotopsi dua hari setelah kejadian, dengan kondisi telah membusuk dan dikuburkan di Kawasan BKSDA Seksi II Kabupaten Lahat.
Hal serupa juga terjadi di Hutan Rabang Dangku kabupaten Musi Banyuasin. Harimau dewasa kembali ditembak mati dua minggu lalu, karena keluar dari habitatnya yang terbakar.
Kemudian di Hutan Lindung Gunung Dempo Kota Pagar Alam, kebakaran lahan terjadi beberapa minggu lalu, membuat satwa liar di dalamnya lari ke perkampungan. Bukan hanya harimau, babi hutan, rusa dan sejumlah hewan liar lainnya melarikan diri turun gunung, mendekati perkampungan warga.
Namun, tidak berakhir kematian, warga dan pemerintah setempat segera melakukan tindakan untuk menghindari konflik harimau dan dan manusia. Satwa kembali masuk hutan, setelah dilakukan pemadaman.
Dia menilai, serangkaian insiden ini membuktikan keteledoran dan rendahnya perlindungan terhadap satwa dan flora oleh pemerintah dan instansi terkait. “Tempat hidup satwa dibabat habis, bukan salah mereka kalau lari ke perkampungan,” katanya.
Sementara itu, penindakan hukum terhadap penambahan tempat hidup para satwa dan perburuan liar, dinilainya kurang tegas. “Dari pantauan kami, sejauh ini penegak hukum hanya berani menangkapi para petani dan masyarakat kecil, terkait penambah,” ungkapnya.
Begitu juga kasus pembantaian harimau, Belum pernah BKSDA Sumsel terdengar berhasil mengungkap. “Bukan hanya penembakan harimau di Empat Lawang dan di Musi Banyuasin, kasus pembantaian harimau di Prabumulih 2013 lalu, sampai sekarang belum juga terungkap,” katanya.
Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Nunu Anugrah mengatakan hewan liar keluar kawasan karena kondisinya habitatnya memprihatinkan. Sumber air kering, peramabahan, dan perburuan liar kerap terjadi.  “Mereka keluar untuk mencari minum, karena kondisi hutan memprihatinkan,” jelasnya.
Pihaknya mengakui tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan personil, jarak dan informasi dari bawah kurang cepat. “Kami menyayangkan insiden penembakan harimau, seharusnya hal itu tidak akan terjadi kalau pemerintah dan masyarakat setempat tahu langkah-langkah yang harus dilakukan bila terjadi konflik,” seraya menambahkan untuk penanganan  hukum, sekarang masih dalam  proses.


Leave a Reply