- November 19, 2015
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments
Jakarta,BP-Anggota DPD RI Sulistyo menegaskan, setahun pemerintahan Jokowidodo mutu pendidikan kita belum mengalami perkembangan, bahkan tidak memiliki arah yang jelas. Setiap pergantian pemimpin nasional dan pergantian menteri, kurikulum pendidikan selalu berubah. Termasuk kebijakan terhadap guru honorer, nasib mereka kurang beruntung karena banyak yang tidak diangkat menjadi PNS meski telah menjadi honor belasan tahun.
“Kebijakan Kemendikbud RI hanya berbuih-buih. Masih jauh dari harapan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Sulistyo di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (18/11).
Menurut Sulistyo, 15 September 2015 Menpan dan RB Yuddy Chrisnandi menyatakan akan mengangkat guru honor menjadi PNS, tapi belakangan malah menyerahkan masalah tersebut ke DPR RI. Menpan dan RB beralasan tidak memiliki hak budget, anggaran. Janji pengangkatan guru honorer sebagai PNS dalam APBN 2016 itu hilang,” kata Sulistyo.
Karena itu dia berjanji akan menelusuri siapa yang menghilangkan pengangkatan guru honorer tersebut. Sulistyo menyatakan, demo guru honorer akibat janji pengangkatan pemerintah sendiri yang kontraproduktif.
“Paling tidak ada tiga kategori guru, ratusan yang akan diangkat, 439.956 ribu akan diangkat 4 tahun mendatang, dan 1.100 juta guru honorer (Mendikbud RI dan Menag RI) berstatus tidak jelas,” paparnya.
Ketua Komite III DPD RI Hardi Slamet Hood menegaskan, kurikulum yang harus diatur pemerintah, hanya tiga, sejarah untuk membangkitkan semangat dan rasa nasionalisme, bahasa Indonesia juga untuk membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, dan matematika untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan.
“Sedangkan mata pelajaran yang lain, bisa dieksplorasi masing-masing sekolah. Tapi, bukan berarti harus menggunakan K13 (kurikulum ke-13), karena tidak disosialisasikan, banyak guru tidak paham,” tutur Hardi.
Sekolah gratis pun kata Hardi, bisa menjadikan pelajar melawan orang tua, karena merasa dibiayai negara. Jadi, harus banyak yang dibenahi untuk pendidikan dan kurikulum agar arahnya jelas dan menghasilkan anak didik berkualitas.
Soal melambatnya ekonomi lanjut dia, tidak berpengaruh kepada pendidikan dan memang kinerja pemerintah tidak optimal. Apalagi memberlakukan dua kurikulum pendidikan sekaligus, yang tidak ada di dunia mana pun. “Kekurangan guru dan guru tidak bermutu, kualitas pendidikan tetap jeblok dan tidak akan menghasilkan anak didik handal. Makanya, DPD RI akan menggelar seminar pendidikan 26 November 2015 untuk mengelaborasi masalah pendidikan dan guru,” jelas Hardi.
Komisioner Beasiswa Supersemar, Suaib Didu mengatakan, pelambatan ekonomi berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Meski anggaran pendidikan sudah 20 % dari APBN, tapi dana tersebut lebih banyak digunakan tidak tepat sasaran, seperti jalan-jalan ke luar negeri dengan dalih untuk studi perbandingan.”Seharusnya anggaran itu lebih banyak digunakan untuk operasional pelajar dan meningkatkan kualitas guru sehingga seta mensejahterahkan nasib guru,” kata Suaib. duk