- February 26, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Palembang, BP
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan penyelewengan dana alokasi khusus (DAK), hakim membeberkan aliran uang hasil pemotongan dari tiap sekolah, Kamis (25/2).
Kamaluddin selaku hakim ketua dalam persidangan di Pengadilan Tipikor PN Klas IA Khusus Palembang memperlihatkan rincian dana sebesar Rp1.087.500.000 kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Palembang Ahmad Zulinto, yang dihadirkan ke persidangan sebagai saksi atas terdakwa Hasanuddin dan Rahmat Purnama.
Disebutkan bahwa uang hasil memotong dana alokasi khusus sebesar 10 persen dari sekolah penerima bantuan itu dialokasikan bagi 16 peruntukan.
Di antaranya, walikota, wakil walikota, sekda, kepala dinas, asisten IV, sekretaris, tiga kepala bidang serta dua kepala seksi. Dan disebutkan juga pengamanan (Tipikor, Jaksa).
Namun, semua itu langsung dibantah oleh Zulinto. Meski terdakwa Rahmat Purnama sempat menjelaskan bahwa dirinya diperintah terdakwa Hasanuddin untuk mengetik daftar nama tersebut.
Setelah diketik lalu diserahkan kembali. Menurut Rahmat, Hasanuddin mengatakan bahwa daftar tersebut akan dikoordinasikan dulu ke Zulinto.
Namun dibantah Zulinto dan menyebut kalau dirinya tahu maka akan ada tanda tangan atau persetujuan. “Saya tidak tahu masalah daftar nama penerima uang itu dan saya tidak pernah membuatnya,” ujar Ketua PGRI Sumsel ini.
Tak berhenti di situ, hakim kembali menanyakan kepada Zulinto terkait keterangan saksi yang telah dihadirkan sebelumnya, yang mengatakan ada arahan dari kepala dinas bahwa dana bantuan tersebut digunakan 70 persen saja sudah bagus. Tetapi lagi-lagi dibantah oleh Zulinto. Mantan Kabid TK/SD ini mengaku tak pernah mengatakan seperti itu.
Ia juga mengaku tak mengetahui perihal pemotongan dana sebesar 10 persen kepada sekolah penerima bantuan DAK.
“Tidak ada, saya tidak pernah mengatakan seperti itu dan saya tahu adanya persoalan ini ketika dipanggil penyidik (jaksa-red) untuk dimintai keterangan,” tandasnya.
Sebagai kepala dinas yang juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dirinya menjelaskan bertugas untuk menyosialisasikan, mengawasi, serta memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut.
“Ada dua kali saya sosialisasi, yang pertama di SD N 60 dan yang kedua di Hotel Grand Duta. Di situ saya memberikan arahan kepada kepala sekolah untuk melaksanakan kegiatan sesuai petunjuk teknis dan tidak ada yang lain,” jelasnya.
Dari keterangan saksi Zulinto, hakim menanyakan kepada kedua terdakwa apakah sudah benar. Hasanuddin menyampaikan bahwa selaku kuasa pengguna anggaran, Zulinto lah yang menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM).
Bila tidak ditandatangani maka bantuan DAK tidak bisa dicairkan. Sementara terdakwa Rahmat kembali menyampaikan bahwa daftar nama yang dibuat atas perintah Hasanuddin dikoordinasikan ke Zulinto.
Setelah penjelasan itu, majelis hakim kembali menunda persidangan dan akan dilanjutkan pekan depan, masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
“Untuk pemeriksaan dua saksi lagi akan kita lanjutkan di sidang selanjutnya karena waktu dan sidang hari ini (kemarin-red) kita tutup,” tandasnya.
Terkait adanya dugaan dana untuk Jaksa Tipikor, Nauli Rahim Siregar, selaku JPU dalam kasus ini mengatakan kalau hal tersebut sudah dibantah oleh Zulinto.
“Kan sudah dibantah sama saksi dan saksi tidak mengetahui ada daftar nama tersebut dan daftar itu bisa saja dibuat-buat,” katanya, usai persidangan.
Sedangkan Ahmad Zulinto sendiri bersama beberapa orang yang mendampinginya, keluar dari ruang sidang dan langsung masuk ke mobil tanpa memberikan keterangan apapun kepada wartawan