- February 29, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Selain persaingan yang ketat, kurangnya varian rasa lemang menjadi penyebab menurunnya minat konsumen untuk membeli.
MAKANAN khas yang banyak diminati wisatawan yang melintas dan singgah di Kabupaten Lahat adalah lemang. Memang, makanan ini juga ada di sejumlah daerah lain. Tapi, lemang Lahat memiliki kekhasan dan penyajian yang berbeda.
Lemang, sajian kuliner dari ketan yang dimasak dengan santan kelapa kental yang dicampur garam, dimasukkan dalam bambu satu ruas panjangnya sekitar 40 cm dilapisi daun pisang. Kemudian, lemang dimasak di atas bara api kecil selama sekitar dua jam hingga matang. Biar lebih tahan lama, lemang ditaruh di dalam bilah bambu.
“Biasanya disajikan bersama kuah durian atau rendang,” kata Ujang (36), wisatawan yang membeli lemang di Pulau Pinang, Minggu (28/2).
Sayangnya, meski penjual lemang di jalan lintas Sumatera (Jalinsum) Lahat-Pagaralam, tepatnya di Kecamatan Pulau Pinang tambah banyak, pembelinya makin berkurang. Hanya pada akhir pekan saja, pedagang meraup keuntungan lebih banyak.
“Ramai itu pada Jumat, Sabtu, dan Minggu. Tapi makin banyak penjual lemang, pembelinya tidak seberapa ramai,” kata Jumariah (52), salah satu penjual lemang di Desa Tanjung Sirih.
Rasa lemang yang dijual Jumariah, selain asin juga manis dicampur pisang sebagai variasi, namun per harinya paling banyak terjual 30 batang lemang.
“Untuk hari libur kadang-kadang habis sekitar 60 batang. Lemang ini sebatang harganya Rp10ribu,” ujar Jumariah.
Ia berjualan dari pagi hingga sore menjelang Maghrib. Kecuali kalau pelanggan memesan dalam jumlah besar, ia berjualan hingga malam. “Ado jugo langganan kami, nelpon ke HP malem ambek jugo biso,” papar Sarudin (45), penjual lemang lainnya.
Saat sepi, paling banyak mereka meraup keuntungan tak lebih dari Rp100ribu. Hal ini sudah dipotong pembelian beras ketan, kelapa, daun pisang, dan bilah bambu.
“Beli galo sih, dari ketan, kelapo, daun pisang dan bambu. Kareno lah bidang masing masing. Supayo menambah penghasilan kami jugo nyedioke minuman, kopi, teh, dan ikan huas,” terang Sarudin.
Ikan Huas juga makanan khas Lahat. Ikan yang dimasak di ruas bambu, merupakan ikan sungai jenis baung, atau ikan nila yang diberi bumbu dapur lengkap dan cabai. Dijual dengan harga Rp20ribu. “Ai laku cuma sedikit, paling 2 atau 4 ikan huas. Kadang dak laku pule,” ungkap Sarudin.
Intan (22), penikmat kuliner khas Lahat ini memberi masukan agar lemang dan ikan huas lebih diminati. Menurut dia, kedua kuliner tersebut perlu dipercaya soal rasa. “Penjualnya banyak di ruas Jalinsum, yang beli tidak begitu banyak. Harusnya ada pembinaan bagi mereka untuk menambah variasi rasa, pelayanan dan lain-lainnya,” kata Intan (22). # sofi retorik