Sistem Token Listrik Beratkan Konsumen

indexPalembang, BP – Pemerintah dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah membuat kebijakan pengalihan listrik meteran ke sistem listrik prabayar atau yang dikenal dengan sistem pulsa listrik. Namun sayangnya setelah beberapa tahun berjalan, pemakaian listrik prabayar ini banyak dikeluhkan karena memberatkan konsumen.
Dewi, ibu rumah tangga, mengatakan, ia sebenarnya lebih senang dengan sistem listrik pascabayar. Namun karena sudah tidak boleh oleh PLN, ia terpaksa hijrah ke prabayar.
“Sekarang ini kita beli 50 ribu saja cuma dapat sekitar 38 kwh. Itu tidak sampai satu minggu sudah habis. Kalau dihitung-hitung, jelas jadi lebih mahal pakai yang pulsa ini,” ujar Dewi.
Menurut dia, pembelian pulsa listrik yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah tidak sesuai dengan tarif. Misalnya harga tarif dasar listrik untuk golongan 1.300 kwh cuma Rp700/kwh beli Rp50 ribu harusnya 71 kwh, ternyata cuma 38 kwh.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Sumsel Rusdi Tahar menilai ada mafia di PLN, di mana pernah disampaikan begitu keras oleh Menteri Koordinator Rizal Ramli menyikapi  permasalahan tersebut.
“Pernyataan ini tentu bukanlah sesuatu yang tidak berdasar atau hanya sensasi. Atau mungkin untuk sekadar mencari popularitas, tetapi bagi masyarakat yang menggunakan listrik tersebut, biaya yang lebih mahal itu yang mereka rasakan. Saya pun sebagai konsumen yang beralih dari pasca bayar ke prabayar tentu sepakat dan mengaminkan pernyataan dari Pak Menko Rizal Ramli,” katanya, Jumat (25/2).
Solusi yang diberikan kepada konsumen, menurut dia, memberikan kebebasan untuk memilih dan menggunakan metode prabayar atau pascabayar.
Mantan anggota DPRD Sumsel Sakim MD mengatakan, kalau memang PLN diduga melakukan korupsi berjamaah, maka harus ditindak secara hukum dan bisa diadukan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau  masyarakat mengajukan gugatan class action.
Ini merugikan karena sistem kapitalis. Artinya tidak sesuai pasal 33 UUD 1945. “PLN Persero sudah kapitalis, belum lagi banyak korupsi dilakukan oknum PLN,” katanya.
Dia memberikan masukan untuk PLN agar jangan sampai masyarakat seolah dibodoh-bodohi. Sudah dialihkan semua pakai pulsa justru biaya listrik masyarakat lebih tinggi jadinya. “Sistem token harus jelas sesuai golongan,” katanya.
Pengamat sosial, Ade Indra Chaniago, menilai kalau bicara soal listrik prabayar sebenarnya agak miris, karena awal September tahun lalu Menko Maritim dan Sumber Daya pernah mempersoalkan hal ini. Dirut PLN pernah berjanji akan mengevaluasi, namun sampai hari ini tidak jelas apa hasil evaluasi tersebut.
“Sebagai masyarakat tentunya kita bertanya tanya, apa maunya pemerintah ini. Harusnya pemerintah bersikap adil pada rakyatnya. Artinya apa, kalau pemerintah belum mampu untuk menyejahterakan rakyatnya, jangan menyusahkan  jadilah,” katanya.
Karena itu, menurut Ade, ada masukan untuk PLN  agar jangan sampai masyarakat seolah dibodoh-bodohi.
“Kalau bicara soal harga TDL untuk golongan 1.300, maka sesuai ketentuan Rp700/kwh. Namun kenyataannya beli voucher Rp50.000 hanya dapat 38 kwh. Padahal seharusnya 71 kwh. Kemana perginya yang 38 kwh, untuk siapa itu. Jadi PLN jangan memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan di antara beban penderitaan masyarakat. Harusnya PLN fokus menyelesaikan persoalan byarpet yang sudah banyak menimbulkan kerugian, baik materi maupun immateri,” katanya.



Leave a Reply