- March 1, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Jakarta, BP-Ketua Badan Sosialisasi MPR RI Achmad Basarah menegaskan, wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai arah pembangunan berkelanjutan mendapat dukungan dari rakyat. Dan semua fraksi di MPR RI sepakat menindaklanjuti wacana tersebut supaya presiden memiliki pedoman dasar membangun negara.
“Setelah era Orde Baru tumbang GBHN dihilangkan, sehingga setiap kali presiden berganti setiapkali program pemerintah berganti sesuai dengan visi dan misinya. Presiden sesuka hati membangun dan tidak tidak lagi berpedoman kepada GBHN,” ujar Ahmad Basarah di Ruang Perpustakaan MPR RI, Jakarta, Senin (29/2), dalam sebuah diskusi bertajuk Wacana Menghidupkan Kembali GBHN.
Menurut Ahmad Basarah, MPR RI memiliki kewenangan untuk menentukan arah pembangunan dan MPR, DPR, DPD RI dalam Rapat Gabungan 24 Februari 2016 sepakat melakukan perubahan terbatas. Soalnya, sejak reformasi kita merasa kehilangan konsensus membangun negara.
Selama reformasi, lanjut Ahmad, arah pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden RI ketika Pilpres. Hal itu diikuti kepala daerah dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Akibatnya pembangunan tidak berkesinambungan dan berkelanjutan. Celakanya, presiden, gubernur, bupati dan walikota melempar ke pasar bebas, tanpa arah serta tanpa pijakan yang sama.
“Pembahasan GBHN tak terkait dengan mekenisme Pilpres. Presiden tetap dipilih langsung rakyat. Hanya mengatur program pembangunan negara. Sehingga siapapun presiden yang terpilih, program pembangunan tetap berkelanjutan,” tambahnya.
Dikatakan, untuk pembahasan amandemen UUD NRI 1945 harus didukung 231 anggota MPR RI, kemudian diputuskan dalam rapat gabungan dan dibahas dan dikaji oleh Badan Pengkajian MPR RI. Setelah mendapat persetujuan dari 2/3 MPR RI atau 50% plus 1 MPR RI, akan disetujui dan dibahas MPR RI.
Ketua Fraksi FPPP MPR RI Irgan Chairiul Mahfidz menegaskan, wacana menghidupkan kembali GBHN sah-sah saja akan tetapi harus hati-hati jangan sampai terdapat agenda tersembunyi di dalamnya.
Karena itu, kata Irgan, sebelum melakukan pembahasan GBHN tersebut, disosialisasikan kepada elemen masyarakat termasuk kalangan kampus dengan kajian yang utuh dan komprehensif.
“Tanpa kajian itu bisa berbahaya. Sebab, banyak kelompok yang akan memasukkan berbagai kepentingan dalam amandemen UUD NRI 1945 termasuk GBHN itu. Apalagi persepsi masyarakat selama ini buruk terhadap DPR, sehingga harus hati-hati dan jangan sampai kehilangan ruh,” tegas Irgan.
Irgan tidak ingin negara Pancasila terpuruk lagi, dan membangunkan macan tidur serta merontokkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, konflik, maupun gejolak sosial. Yang terpenting bagaimana menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme bangsa.
Sekjen MPR RI Ma’ruf Cahyono menyatakan, sebagai birokrat pemerintahan kesekjenan wajib mendukung keputusan MPR RI termasuk lembaga pengkajian dan badan sosialiasi MPR RI. Kesekjenan harus memberikan dukungan teknis, administratif, dan substantif sejalan dengan sarana dan anggaran yang lebih baik. “Yang jelas, kesekjenan fokus mendukung keputusan anggota majelis sesuai dengan arah pembahasan GBHN,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kesekjenan MPR RI siap memfasilitasi dan bekerjasama dengan media untuk pemberitaan obyektif, jernih, dan konstruktif sejalan dengan kebijakan MPR RI.