- March 7, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Palembang, BP-Imbas berkurangnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sumatera Selatan akibat dana bagi hasil yang belum dibayarkan, tak hanya menghambat pembangunan infrastruktur fisik. Pembangunan di bidang sosial seperti program asuransi kesejahteraan sosial (askesos) pun terganggu.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi Sumsel terpaksa mengurangi 16.000 penerima askesos tahun lalu, dari 24.000 penerima menjadi 8.000 saja akibat keterbatasan anggaran.
Padahal sebelumnya, Pemprov Sumsel berencana menambah penerima askesos pekerja sektor informal sebanyak 6.000 pada tahun depan. Sejak 2013-2015, pekerja informal yang terdaftar baru berjumlah 24.000.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumsel Belman Karmuda menuturkan, dengan berkurangnya jumlah penerima askesos dari pemprov dirinya berharap seluruh pemerintah kabupaten/kota pun mulai menyelenggarakan program ini.
Kabupaten yang sudah memprogramkan askesos ini baru PALI dan Muaraenim. Kabupaten PALI menggelontorkan Rp 1,5 miliar per tahun yang sudah mencakup 60.000 pekerja informal di daerahnya terlindungi askesos sejak Desember 2014 lalu.
“Kami harap pemerintah kabupaten/kota lain bisa turut menyelenggarakan askesos karena dampaknya sangat luar biasa untuk kesejahteraan masyarakat kecil,” ujarnya.
Belman menuturkan, program askesos yang memiliki pengaruh sosial tinggi ini sangat disayangkan apabila tidak diteruskan. Apalagi program ini tidak tumpang tindih dengan program BPJS Kesehatan yang digulirkan pemerintah pusat.
“Askesos kan asuransi jiwa sedangkan BPJS asuransi kesehatan. Jelas tidak tumpang tindih. Tugas pemerintah bukan hanya melakukan pembangunan fisik saja, namun juga melakukan perlindungan masyarakat. Askesos ini dampaknya luar biasa, sangat disayangkan bila program ini tidak dilanjutkan,” imbuhnya.
Pemprov Sumsel telah menyelenggarakan askesos terhadap pekerja sektor informal sejak 2013 lalu. Hingga tahun lalu, sekira 24.000 pekerja sektor informal yang tergabung dalam program ini.
Belman mengatakan, dana askesos ini dialokasikan dari dana hibah APBD Sumsel sebesar Rp 2,905-3 miliar per tahunnya. Namun jumlah tersebut masih kurang untuk melindungi seluruh pekerja informal di Sumsel.
“Askesos diselenggarakan untuk mencegah timbulnya masalah sosial dalam keluarga, apabila terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap para pencari nafkah sektor informal ini,” tuturnya.
Program askesos, dikatakan Belman, merupakan inisiatif Gubernur Sumsel H Alex Noerdin untuk mengasuransikan pencari nafkah sektor informal yang berarti pegawai tidak resmi yang tidak terikat kontrak, atau pekerja serabutan yang berpendapatan dibawah Rp 1 juta per bulan. Seperti tukang becak, buruh tani, atau pun pengojek.
Belman menjelaskan, bila para pencari nafkah tersebut meninggal, yang terkena potensi masalah sosial adalah keluarganya.
“Banyak permasalahan sosial timbul karena pencari nafkah utama meninggal. Seperti ibu rumah tangga yang menjadi penyalur narkoba, atau satu keluarga bunuh diri. Ini yang kita cegah. Askesos ini menyentuh rakyat secara langsung. Karena premi asuransinya Pemprov Sumsel yang tanggung,” jelasnya.
Masyarakat yang terlindungi askesos bila meninggal akibat kecelakaan saat bekerja, keluarganya akan mendapatkan Rp 38,5 juta. Bila meninggal akibat sakit akan mendapatkan Rp 21 juta. Reimburse biaya pengobatan bila sakit bisa diganti maksimal hingga Rp 20 juta setahun. Pemprov Sumsel bekerjasama dengan Asuransi Jiwasraya sebagai penyelenggara asuransi.
Program askesos didata ulang setiap tahun dengan bantuan Lembangan Pendamping Asuransi (LPA). LPA ini bisa berupa LSM atau Yayasan yang pedulu terhadap masalah sosial. Dinsos baru bekerja sama dengan 11 LPA se-Sumsel hingga saat ini.
Namun jumlah bantuan tersebut masih kurang karena belum seluruh pekerja informal terlindungi, sementara dana APBD Sumsel pun terbatas. Belman berharap pemerintah kabupaten/kota bisa turut menyelenggarakan askesos seperti ini, dan bisa melindungi lebih banyak pekerja informal. #idz