Pengalihan BBM ke Bahan Bakar Gas Gagal

indexPalembang, BP-Program konversi energi untuk kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) dinilai gagal. Sebagian besar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang telah dibangun belum beroperasi, bahkan terkesan terbengkalai.
Di Kota Palembang baru dua SPBG yang beroperasi, yakni di Jalan R Soekamto dan Demang Lebar Daun. Semuanya sepi konsumen.
“Rata-rata sehari sampai pukul 10 malam hanya 100 mobil yang isi BBG. Itu pun hanya angkot, taksi, dan satu atau dua mobil dinas,” ujar Arfan, Kepala SPBG Induk R Soekamto, Palembang.
Dikatakan, dalam sehari paling hanya menghabiskan 800 liter setara premium (LTS) dengan harga Rp3.100 per-LTS. Di pertengahan 2014, kebutuhan pelanggan sempat meningkat dengan kisaran 1,1 ton. Namun kini kembali sepi.
Ia tak menampik, minimnya pengguna roda empat beralih ke BBG lantaran mahalnya harga konverter kit.
“Gimana tidak, konverter kit saja sekarang harganya Rp17-Rp18 juta. Dan mobil yang ngisi BBG sekarang ini hanya angkot dan taksi. Ada empat SPBG yang belum operasi dan tak tahu kapan yaitu, di Jalan Kol H Burlian, Simpang Bandara, Kertapati Ki Marogan dan Jalan Subekti (simpang Kedaung),” urainya.
Padahal, kalau dibuat perbandingan antara BBM dan BBG, bahwa penggunaan BBM senilai Rp150 ribu sama jarak tempuhnya bagi kendaraan roda empat dengan BBG senilai Rp50.000. Hanya saja, selain masyarakat belum banyak tahu, konverter kit yang mencapai Rp17-18 juta dinilai terlalu mahal.
“Kalau subsidi kita tanpa batas, karena di SPBG induk kita langsung sedot pipa yang terpusat di Pertagas Bukit Golf. Nah, kalau untuk dotter akan kita distribusikan pakai truk trailer,” tegasnya.
Potret kegagalan program konversi BBM ke BBG ini terlihat dari beberapa SPBG yang tak beroperasi. Seperti SPBG Simpang Kedaung yang terpantau usang, dengan dikelilingi rantai dan beberapa ban mobil yang berserakan dan mulai ditumbuhi rumput kecil.
SPBG yang berada di Kertapati terlihat berantakan, bahkan terkesan tak terurus. Pompa pengisian sudah rusak dan tidak terawat. Tidak ada aktivitas pengisian bahan bakar yang terlihat. Bahkan jalan menuju ke SPBG dirantai untuk mencegah kendaraan masuk. Kondisi jalan di depan SPBG pun kotor dan berlumpur.
Pengamat transportasi Sumsel, Syaidina Ali, mengakui, pemerintah pusat dan daerah telah gagal dalam menjalankan program konversi BBM ke BBG. Mestinya kalau pemerintah serius, janganlah berat mensubsidi konverter kit.
“Ini bukan hanya kegagalan daerah tapi juga pusat. Makanya harus disubsidi konverter kit itu. Pemerintah harus berkorban. Lagipula yang dipakai kan uang rakyat,” tegasnya.
Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Sumsel ini berharap ketegasan pemerintah. Kendaraan lama dan baru wajib ada konverter kit dan jadi satu kesatuan dalam pembelian.
“Kalau mencla-mencle ya sudah. Jadi harus tegas, kalau tegas tentu konversi BBM ke BBG ini akan berhasil,” tukasnya.
Untuk menghemat pemakaian BBM pada kendaraan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI telah melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah penggunaan konverter kit pada angkutan umum.
Di Palembang, memang belum banyak peminat konverter kit. Pasalnya, saat ini hanya ada dua SPBG yang beroperasional. “Kalau yang beroperasi SPBG ini ada di Demang dan R Soekamto. Untuk SPBG lainnya bukan di bawah Pemko Palembang,” kata Kabid Transportasi dan Rel Dishub Kota Palembang Agus Suprianto.
Tahun 2016, kata Agus, ada program dari Kementerian ESDM untuk penambahan 1.000 konverter kit yang akan disebar ke beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kota Palembang. “Nah berapa bagian untuk Palembang, saya belum tahu. Karena dari 1.000 itu dibagi seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Ia menambahkan, pada tahun lalu, Palembang mendapat 800 konverter kit yang digunakan untuk angkutan umum. Namun, sampai saat ini yang masih aktif hanya 500 angkutan umum. “Untuk bantuan konverter kit pada tahun ini akan digunakan untuk kendaraan Dinas Pemko Palembang,” katanya.
Walaupun sudah diberikan fasilitas konverter kit, penggunaannya belum efektif. Ini karena fasilitas dan SPBG belum berjalan maksimal.
Pengguna BBG mengaku cukup kecewa dengan SPBG yang masih minim. Padahal, sering dianjurkan Pemerintah Kota (Pemko) Palembang untuk mencintai lingkungan yang bebas emisi. Seharusnya ada peran aktif Pemko untuk mendukung penggunaan BBG.
Rinto (30) pengguna BBG mengatakan, bukan hanya kendaraan dinas, mobil pribadi mestinya juga mendapatkan fasilitas konverter kit. Selain itu, fasilitas stasiun BBG ini seharusnya dikelola dengan baik oleh pemerintah.
“Katanya mendukung udara bersih, seharusnya ini momen yang baik, untuk mendukung penggunaan BBG,” katanya.
Sementara Citra (38), pengguna mobil dinas berbahan bakar gas, mengaku BBG lebih ekonomis ketimbang BBM. Tapi disayangkan sulit melakukan pengisian lantaran SPBG yang beroperasi minim.
“Setahu saya yang hanya beroperasi di Jalan R Soekamto dan Demang Lebar Daun. Seharusnya bisa lebih banyak agar tidak jauh mencari BBG. Padahal, secara cost, penggunaan BBG lebih murah ketimbang premium,” katanya.
Menggunakan BBG, menurut dia, kualitas mesin lebih terjaga. Tapi memang tenaganya kurang, utamanya ketika jalan menanjak. “Memang kelemahannya ada pada tarikan mesin, apalagi kalau sedang berada di tanjakan. Tenaga bisa lose, namun pakai BBG lebih ramah lingkungan dan mesin awet,” katanya.
Sementara itu, Pertamina Sumbagsel mengaku belum terlibat dalam penyediaan BBG di Kota Palembang, termasuk penyediaan unit SPBG. Area Manager Comunication Relation PT Pertamina Sumbagsel Makasin menjelaskan, pihaknya belum ada rencana untuk menangani BBG di Kota Palembang.
“Sejauh ini Pertamina tidak terlibat di BBG. Untuk Kota Palembang pun masih dilakukan oleh pihak lain, belum ada rencana pengelolaan BBG ini,” singkat Makasin. # sug/dil/ren/ndi



Leave a Reply