Kota Kreatif Harus Punya Inkubator Start Up Company

indexJakarta, BP-Menpar Arief Yahya menyarankan agar Kota Malang secepatnya punya wadah bagi anak-anak muda kreatif. Buatkan mereka incubator, tempat untuk berkreasi, menemukan model, menguji hasil-hasil kreativitas mereka, sebelum produk dan start up company-nya dilepas di pasar yang penuh dengan persaingan bebas. “Di sini inilah digodok, creative value-nya. Mereka dibina, ditata, agar siap, kuat, berani bersaing,” kata Menpar Arief Yahya, di Jakarta.
Arief Yahya memang punya pengalaman ketika memimpin PT Telkom Indonesia dan membina anak-anak muda yang berminat berbisnis dengan basis digital. Modal semangat saja tidak cukup buat berbisnis dari nol. Kesimpulannya, yang sukses sebagai pebisnis startup di industri kreatif digital hanyalah 5%! Sisanya, 95% gagal total. “Pertanyaannya, bagaimana mengubahnya? Membuat kiat agar 95%-nya yang sukses?” ucap Menpar Arief Yahya.
Semua tahapan creativity dan commerce (C-2-C) harus dijalankan langkah demi langkah, satu per satu. Di setiap tahap atau level dilakukan market validasi. Dites, apakah dibutuhkan pasar atau tidak? Kalau tidak, segera stop, sebelum naik ke level berikutnya. “Otomatis, hanya konsep kreatif yang marketable yang bisa naik, bisa dilanjutkan ke level komersialisasi,” ungkap Marketeer of The Year 2013 ini.
Arief Yahya memang CEO yang unik. Hobinya mengutak-atik konsep dan menciptakan rumus-rumus manajemen modern. Rumus-rumus yang pernah keluar dari pikirannya, banyak terinspirasi dengan implementasi yang dilakukan PT Telkom yang pernah dia genjot hingga reveue-nya double dalam dua tahun. “Saya berteori, membuat rumus itu, sudah saya validasi, sudah saya terapkan, bukan di awang-awang,” kata Alumni ITB, Surrey University Inggris dan Program Doktor dari Unpad Bandung itu.
Apa saja yang harus di validasi? Dari start up company? Jawabannya, dari level yang paling basic! Dari nurturing creativity, selecting, value validation, costumer validation, product validation, sampai ke business model validation, dan berakhir di market validation. “Pilih berdasarkan nilai keekonomian. Itulah intisari dari comparative strategi, atau C yang pertama dari 3C (comparative, competitive, dan cooperative, red) itu,” kata Arief Yahya.
C kedua adalah Competitive Strategy, apakah produk yang didesain dan diproduksi itu bisa bersaing dengan produk sejenis yang sudah eksis terlebih dahulu? Plus minus produk kita, dilawankan plus minus produk competitor. Harus memilih strategi apa untuk memenangkan pertarungan?
C yang ketiga adalah cooperative atau kolaboratif strategi, bergabung dengan sesama perusahaan startup? Atau bergabung dengan perusahaan lintas industri? Istilahnya “join the winner.” Contohnya, Christiano Ronaldo itu cuma satu, Messi juga hanya satu, Tuhan tidak menciptakan dua orang yang sama di satu posisi striker atau pencetak gol. Tetapi apakah itu berarti Tuhan tidak ingin ada orang lain bisa bermain bola?
“Jawabnya, pasti: tidak! Anda masih boleh bermain bola, tetapi kalau bersaing dengan 2 pesepakbola di LaLiga itu, ya jangan berebut dengan mereka di posisi yang sama? Kan masih ada bek kiri, bek kanan, kipper, stopper, libero, playmaker, yang tidak mereka mainkan? Itulah pentingnya membuat posisioning? Dari sini pula, jangan membuat sesuatu dari nol,” jelas Menpar Arief Yahya.
Ingat, hanya 1,5% startup yang berhasil mendapatkan pinjaman modal dari bank? Atau fundable, dipercaya bank untuk memperoleh pinjaman? Dari 20 startup yang terlahir, hanya 1 startup yang berhasil? Tingkat kegagalan 95%. Itu juga kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Shikhar Gosh, dari Harvard Business School.
Di semua industry kreatif, kata Arief, bukan hanya startup digital, rumus itu masih bisa berlaku di bidang lain. Misalnya di fashion, merancang mode, menciptakan konsep, harus dites bagaimana selera pasar, harus berangkat dari basic mode yang menjadi trend disukai orang. Sebelum diproduksi, dipromosikan dan dipasarkan ke public, harus dites atau divalidasi terlebih dahulu. Itu juga terjadi di kuliner, IT, aplikasi, craft, publishing, design, film, digital, dan lainnya.
Yang akan mempercepat sukses, lanjut Arief Yahya, harus ada endorser. Bisa tokoh, seseorang yang sudah memiliki personal branding yang kuat, atau perusahaan yang sudah punya reputasi internasional. Misalnya, untuk makanan, bisa Indofood menjadi “bapak asuh” alias endorser. Untuk bidang digital, Telkom bisa menjadi pendorong untuk maju. “Pemerintah daerah, seperti Malang yang sedang menjadi tuan rumah ICCC — Indonesia Creative Cities Conference 2016 harus konkret membuat wadah anak-anak kreatif itu,” pesan Arief Yahya pada Malang Creative Fusion (MCF) yang saat ini sudah mempersiapkan lima event yang akan digelar bareng ICCC, 30 Maret–5 April 2016.
Setelah strat up itu kuat, siap mandiri, pantas bersaing, dan punya commercial value yang tinggi, baru Kemenpar akan mempromosikan di kancah nasional dan internasional. Arief Yahya menuliskan konsep C2C –Creativity to Commerce– Startup Model ini memang untuk membantu para pebisnis startup Indonesia dalam mendirikan bisnis mereka. Itu yang bisa diimplementasikan di Malang, salah satu kota kreatif di Jawa Timur.
Seperti diketahui, ada 60 kota yang tengah didesain sebagai kota kreatif. Kota Solo tahun 2015 lalu menjadi tuan rumah pertama Konferensi Kota Kreatif Indonesia atau Indonesia Creative Cities Conference (ICCC), 22-25 Oktober. Itu adalah hasil pertemuan kota kreatif di Bandung, di mana Solo didaulat menjadi tuan rumah ICCC 2015. Pertimbangannya, Solo menjadi salah satu inisiator kota kreatif bersama empat kota lainnya, seperti Denpasar, Bandung, Jogja dan Pekalongan. Tahun 2016 ini giliran Malang, yang menjadi tuan rumah, bersamaan dengan HUT Kota-nya.(*)



Leave a Reply