KPU Sumsel Bahas Peran Perempuan dan Partisipasi Politik

1Palembang, BP-Memperingati hari Kartini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel menggelar Focus Group Discussion (FGD) Seri II dengan mengangkat tema perempuan dan partisipasi politik. Diskusi akan menghadirkan pembicara Joko Siswanto dan dari komisoner KPU Sumsel.
Menurut anggota KPU Sumsel Ahmad Naafi, Senin (25/4), diskusi menggandeng Forum Kajian Jurnalisme Sumatera Selatan, tema besar diskusi yaitu ‘Sosialisasi Pendidikan Pemilih untuk Peningkatan Kualitas Pemilu”.
Beberapa isu penting dalam FGD ini yaitu menindaklanjuti rekomendasi dari FGD sebelumnya (SERI I) yang bertemakan Pilkada Serentak. Beberapa hal pokok yang perlu dirumuskan pola pendidikan bagi pemilih sehingga melahirkan kesadaran bagi pemilih untuk menyukseskan tahapan proses demokrasi, memaksimalkan fungsi rumah pintar pemilu di KPU Provinsi Sumsel. Selain itu diskusi akan merumuskan bentuk-bentuk keterlibatan aktif partisipatif berbagai stake-holders untuk meningkatkan peran perempuan menuju kualitas demokrasi di Sumsel. Terakhir menindaklanjuti rekomendasi FGD Seri pertama, yang digelar pada 3 November 2015.
Mengapa tema perempuan diangkat? Naafi menjelaskan, kesenjangan gender di kehidupan publik dan politik merupakan sebuah tantangan global yang terus dihadapi oleh masyarakat dunia pada abad ke 21. Meskipun telah ada berbagai konvensi dan komitmen internasional, namun secara rata-rata jumlah perempuan di dalam parlemen di dunia ini hanya 18,4 persen.
Meskipun partai-partai politik berusaha untuk menyampaikan kepentingan masyarakat, dominasi laki-laki dan pola pikir patriarkis yang sudah menancap dalam para pemimpin di partai politik yang ada dim Indonesia, merupakan salah satu faktor utama penentu bagi perempuan untuk masuk ke ranah politik dan mempengaruhi agenda politis partai-partai politik tersebut.
Tantangan yang paling mendasar yang dihadapi oleh perempuan ketika akan memasuki ranah publik justru datang dari pemisahan wilayah yang luas antara ranah
publik dan privat. Ideologi pemisahan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin menentukan perempuan sebagai seorang warga negara yang bersifat privat dengan peran utama di dalam rumah tangga sebagai ibu dan istri, sementara laki-laki diberikan peran yang lebih produktif di ranah publik. Dikotomi publik-privat ini membentuk struktur peluang bagi perempuan di Indonesia. Ideologi peran gender membuat kontribusi perempuan di ranah produktif tidak lagi terlihat.
Peran mereka tidak diakui secara sosial, sehingga semakin sedikit sumber daya yang diinvestasikan pada perempuan sebagai sebuah modal (human capital) baik oleh keluarga maupun negara. Perempuan yang tidak memiliki daya secara finansial, memiliki kekurangan dalam hal kekuasaan sosial maupun ekonomi semakin sulit untuk masuk ke ranah politik yang amat didominasi oleh kaum laki-laki. #rel



Leave a Reply