- May 12, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Jakarta, BP-Menpar Arief Yahya meresmikan Golden Tulip Bay View Hotel & Convention Hotel, di Jimbaran, Bali, Minggu 8 Mei 2016. Hotel yang hanya 15 menit ke Pura Ulu Watu dan 10 menit ke Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana itu sedang menggarap originasi Tiongkok yang tahun 2016 ini sudah mulai menggeser posisi Australia baik di Bali, maupun secara nasional.
Setelah menabuh gong, Mantan Dirut PT Telkom ini pun menyampaikan beberapa point penting yang ditunggu-tunggu audience. Termasuk CEO dan sekaligus owner Ediyanto Wijaya dan seluruh jajaran top manajemen hotel. “Dalam manajemen, apa yang sedang dilakukan Golden Tulip Bay View Hotel ini adalah repositioning! Mengubah positioning, itu sama dengan mengubah costumers,” jelas Arief Yahya.
Teori-teori marketing Arief Yahya pun dikeluarkan untuk membangun optimisme manajemen hotel bintang empat itu. Ketika costumers berubah, target market berubah, brandingnya pun harus berubah. “Karena branding dan PR-ing adalah promise atau janji produk terhadap costumers. Apa yang akan dipromosikan kepada calon costumers juga harus disesuaikan,” ungkap best CEO dan marketeer of the year 2013 versi MarkPlus itu.
Tidak salah, strategi baru yang disusun oleh manajemen hotel yang lokasinya hanya 12 menit dari Pantai Balangan itu. Pasar Tiongkok, itu ada 110 juta outbond, dan baru 1 persen atau 1,2 juta orang yang terbang ke Indonesia. Pasar itu sangat besar, sangat potensial, untuk destinasi Bali.
Kebetulan, Kemenpar memang sedang mengarahkan target pasar China sebagai the big five market buat Wonderful Indonesia. Kemenpar juga sudah terus berpromosi ke Negeri Tirai Bambu itu, dari segala lini, melalui BAS –Branding, Advertising, Sales– yang gencar. “Dari CCTV, CNS, kantor berita Xinhua, searching engine Baidu, semua channel sudah dimasuki promosi pariwisata Indonesia,” kata Arief.
Bahkan, salesnya juga menggandeng Ctrip, sebuah platform OTA –online travel agent–, yang terbesar di Tembok China itu. Ctrip punya market share 70 persen. “Kami perkuat dengan Alitrip groupnya Alibaba.Com, sebuah platform e-commers yang juga menguasai 75 persen pasar Tiongkok,” kata Menpar.
Seperti sering diungkapkan Menpar, wisman Tiongkok itu melakukan berwisata ke luar negeri 70 persen menggunakan online system. Mereka look (searching) menggunakan Baidu (Google-nya China), book dan pay menggunakan Ctrip, Alitrip, dan lainnya. Mereka sudah internet minded, semua menggunakan akses internet. “Karena itu tidak salah jika hotel ini mengarahkan market dari sana,” paparnya.
Golden Tulip ini juga menggarap pasar MICE, meetings, incentives, converences, dan exhibitions. Pasar itu juga sangat besar di China dan Singapore. Sedangkan Bali adalah favourite buat MICE, karena Pulau Dewata ini punya segalanya. Meeting bonus berwisata di Bali, itu konsep yang layak jual dan memiliki benefit yang tinggi. “Silakan dikembangkan MICE Bali dan Jakarta, karena amenitasnya paling lengkap. Kota kedua adalah Surabaya, Bandung, Jogjakarta dan Bintan, yang siap dipasarkan MICE nya,” kata Arief Yahya.
Ediyanto Wijaya pun terinspirasi oleh penjelasan Menpar Arief Yahya itu. Dia mulai mendesain hotel yang hanya 6 menit ke pusat ikan bakar Jimbaran itu dengan pasar Tiongkok. “Ini adalah hotel kelima kami, satu di Seminyak, satu di Jimbaran, satu di Jababeka Cikarang, dua di Bandung,” ungkap Edi yang sangat respek dengan langkah Menteri Arief Yahya dalam menahkodai Kemenpar itu.
Sebagai pelaku industri pariwisata, dia sangat terbantu oleh gaya marketingnya. Dia bahkan ingat kata-kata Presiden Jokowi saat pertama kali memperkenalkan Arief Yahya sebagai menpar. “Hati-hati dengan Menpar Arief Yahya, semua bisa dia pasarkan, termasuk Anda!” ungkapnya.
Golden Tulip yang hanya berselang 20 menit dari dan ke Bandara Internasional Ngurah Rai itu juga membidik pasar MICE. Dia yakin bisnis pariwisata itu akan survive dan sustainable. Dia sudah berpengalaman menghadapi badai krisis yang silih berganti, datang dan pergi. “Dulu sempat booming Rusia, lalu surut lagi. Juga Jepang, lalu turun lagi. Sekarang China, mereka punya struktur ekonomi yang sangat kokoh dan mampu ber wisata ke luar negeri,” ujar Edi.
Dia ingin mematahkan asumsi, bahwa hotel di Bali harus punya pantai. Posisinya yang di atas bukit cukup unik, memanfaatkan kontur tanah. “Kami bisa melihat laut, dari bukit. Bisa menyaksikan sun rise dan sun set sekaligus,” ungkap Edi.(*)