Hah, Oyek Lebih Mahal dari Beras!

1Harga beras di Martapura dan sekitarnya masih di kisaran Rp7.000 hingga Rp7.500 per kilogramnya. Tetapi oyek justru sudah menyentuh Rp10.000 perkg.
SEBUAH anomali terjadi di Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT). Harga oyek atau tiwul alias nasi singkong, justru lebih mahal dari beras. Warga rupanya masih mengonsumsi tiwul sebagai makanan pokok alternatif. Padahal, panen padi baru saja usai, yang membuat stoknya melimpah.
“Meski usai panen padi, namun pesanan tiwul masih banyak,” kata Sutarno, pedagang di Pasar Martapura, Minggu (15/5).
Untuk saat ini harga tiwul menurut Sutarno, per kilogramnya Rp 10.000. Harga tersebut sudah berlangsung sekitar 6 bulan. Sampai saat ini belum mengalami penurunan. “Malah kita terkadang kewalahan memenuhi permintaan tiwul karena terkendala bahan baku,” ungkapnya.
Jika musim penghujan seperti ini, lanjut dia, petani kesulitan dalam menjemur bahan baku tiwul. “Singkong yang sudah diolah sebelum jadi tiwul harus dijemur beberapa hari dulu biar kering. Saat proses penjemuran tidak boleh kena air hujan,” tuturnya.
Dikatakannya, manfaat tiwul besar sekali, bisa menjadi makanan pokok pengganti beras. “Selain itu, juga dipercayai sebagian orang dapat mencegah dan mengurangi kandungan gula bagi penderita penyakit kencing manis,” tandasnya.
Sejak tahun 2010 lalu, kata Sutar, dirinya memulai berjualan tiwul. “Awalnya tiwul dijual dengan harga Rp4 ribu hingga 5 ribu. Namun setelah konsumen tahu manfaat dan kegunaannya pesanan tiwul mulai tambah banyak. Bahkan, saat ini harga tiwul sudah Rp10.000, sedangkan harga beras Rp7.500 hingga Rp8.000 dalam per kilogramnya,” ucapnya.
Tiwul makanan yang diolah dari bahan singkong tersebut, menurut Sutarno, akhir-akhir ini sering diburu konsumen. “Kami sekarang kewalahan dan kesulitan mendapatkan makanan tradisional itu. Setiap Minggu, pembeli mencari tiwul terkadang memesan setengah pikul sampai satu pikul (50-100 Kg),” terangnya.
Lanjutnya Sutar, kesulitannya adalah pembelinya terlalu banyak, sementara pembuat bahan baku oyek di OKU Timur bisa dikatakan tidak ada.
“Kalau dulu sekitar lima tahun lalu, bahan baku oyek kita pasok dari Belitang setelah itu mereka tidak memproduksi lagi. Karena banyaknya pesanan terpaksa kita order oyek tersebut dari daerah Bahuga, Way Kanan Lampung,” jelasnya.
Disebutkannya, produk nasi tiwul kebanyakan pemesannya dari pondok pesantren. Seminggu sekali, 50 hingga 100 kg tiwul miliknya terjual. “Bahkan pedagang dari Palembang, Jambi dan Bengkulu sengaja datang ke sini mencari oyek sebagai bahan baku tiwul,” ujarnya.
“Kalau yang membeli dari luar daerah membeli oyek lebih dari satu ton. Permintaan mereka sebanyak itu tidak dapat kita penuhi. Masalahnya stok untuk konsumen saya di sini saja terkadang kurang. Satu sampai dua ton oyek dari Lampung, kita datangkan, belum genap satu bulan sudah diserbu pembeli, stok barang habis,” imbuhnya.
Sementara Warsianto, salah satu petani warga BK 1 Belitang, mengakui harga tiwul lebih mahal daripada harga beras.
“Kami kalau kepingin makan nasi tiwul beli bahan bakunya di pasar Martapura. Sebelumnya kita membeli satu kilo harganya Rp9.000, tapi setelah beli lagi satu minggu yang lalu harganya sudah naik menjadi Rp 10.000,” katanya. # suyanto



Leave a Reply