Keroncong, Musik Kita, Kebanggaan Kita

1Jakarta, BP-Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Angkatan tahun 80 bersama HAMKRI – Himpunan Artis dan Musisi Keroncong RI– akan melaunching CD “Keroncong Pariwisata Pesona Indonesia”. Jangan lupa, catat tanggal live-nya, Sabtu 28 Mei 2016, jam 19.00 WIB, tempat di Plaza Barat Gelora Bung Karno, Jakarta. “Show ini gratis, tanpa dipungut biaya,” kata Menpar Arief Yahya yang juga berencana hadir di sana.
Lagu-lagu keroncong pariwisata karya Masgath (GD 80) akan dinyanyikan oleh artis-artis kroncong ternama seperti Mus Mulyadi, Mus Mujiono, Sundari Sukotjo, Endah Laras, Sruti Respati dan lainnya. Artis lain, Putri Ayu, Armand Maulana, Maria Calista, Intan Soekotjo, generasi muda yang memberi warna lain pada musik keroncong.
Music ditector-nya Oeblet, Tabuhan Nusantara Ethnic Orchestra. Beberapa pimpinan daerah juga bakal tampil di panggung. Diantaranya, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang DNA-nya lebih ke rock, tapi boleh dijajal dengan keroncongan. Hendrar Prihadi Walikota Semarang dan FX Hadi Rudyatmo Walikota Solo juga bakal manggung. Tentu ini akan menjadi hiburan dan tontonan yang seru.
Apalagi kalau dua walikota dan bupati dari Jawa Timur ikut tampil? Yakni Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas? Tentu acara pelestarian budaya bangsa ini akan menjadi lebih bermakna. Keroncong memang menjadi bahan perdebatan, apa betul itu kesenian asli Indonesia?
Ada yang menduga keroncong yang membuat terkenal Bengawan Solo ke mancanegara itu berasal dari Portugis. Dibawa oleh para pelaut Portugis dari Eropa Selatan sana, ke Indonesia. Tetapi, tidak apa, toh keroncong sudah identik dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hampir semua langgam keroncong yang dinyanyikan dengan cengkok khas, terasa abadi dan ketika dinyanyikan lagi, selalu adem di hati.
Di Jawa Tengah, masih banyak group keroncong yang eksis dan secara periodik berlatih bersama dan manggung bersama. Tetapi dalam kehidupan riil, musik jenis ini memang tidak bisa bersaing dengan budaya pop dan rock yang semakin global dan inklusif. “Karena itu menampilkan seni keroncong, dengan penyanyi modern, itu pasti kombinasi yang seru,” ucap Arief Yahya yang punya selera seni yang kuat itu.
Akar keroncong, menurut Arief Yahya, memang berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya).
Salah satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan.
Pada abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya grup musik Beatles dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Budaya Indonesia yang paling asli, kata Arief Yahya adalah cepat dan pintar menyesuaikan dengan tradisi mana saja. Lalu terbangun harmoni baru. Karena itu kesenian yang berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, tradisi, budaya lokal, plus pengaruh global dan teknologi. “Karena itu kita tumbuh menjadi bangsa yang adaptasinya cepat, inovasinya bagus,” kata Arief. #rf



Leave a Reply