- June 1, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments

“Memang sesuai UU NO 12 tentang pendidikan dan UU No 20 tentang pendidikan tinggi bahwa pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi penyelenggarakan perguruan tinggi atau akademi yang selama ini dibiayai oleh APBD daerah, dan itu persoalannya bukan di Sumsel saja, karena akademi dan perguruan tinggi di bawah pemerintah daerah di Indonesia ada 70 buah dan kesepakatan tiga menteri termasuk terakhir Menteri Dalam Negeri sudah berkirim surat ke Kemenristek Dikti untuk segera mengakomodir seluruh perguruan tinggi dan akademi di bawah pemerintah daerah, dan surat tersebut sudah dikirim Mendagri tanggal 2 Mei 2016, kita tunggu hasilnya,” katanya, Rabu (1/6).
Diakuinya, untuk penyerahan dan pengambialihan perguruan tinggi dan akademi di bawah pemerintah daerah ini tidak mudah karena selama ini dibiayai APBD yang mana ada aset aderah yang perlu diaudit dan bagaimana dengan nasib dosennya yang selama ini dibayar melalui dana APBD dan itu perlu waktu.
“Mudahan-mudahan ini cepat selesai sehingga tidak terjadi lagi keresahan di antara mahasiswa di akademi atau di AKL, termasuk AKL di Sumsel ini karena di Sumsel ada empat akademi yang akan diambilalih pusat yaitu AKL Pemprov Sumsel, Akademi Kebidanan di Muaraenim, Akademi Keperawatan di Lahat, dan Akademi Kebidanan di Muba,” katanya.
Jika institusi pendidikan ini diambil alih Kemenristek Dikti artinya mahasiswa dan dosennya ke Universitas Sriwijaya tapi jika diambilalih Kemenkes artinya bergabung dengan Poltekes selama ini.
Dan tahun 2016 sudah harus segera direalisasikan karena tidak lama lagi Pemprov Sumsel akan membahas APBD. Jangan sampai pemerintah pusat sudah mengambil alih tapi Sumsel tidak boleh menganggarkan dua institusi tersebut.
Ratusan mahasiswa Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Pemprov Sumsel melakukan aksi unjukrasa di Gedung DPRD Sumsel, Kamis (14/4).
Mahasiswa yang mayoritas perempuan ini menggelar aksi sejak pukul 10.00 menumpang tiga bus kota.
Aksi yang digelar ini ternyata tidak mendapatkan izin dari kepolisian ini sempat memanas lantaran massa sempat merangsek maju hendak masuk dalam kantor DPRD Sumsel namun akhir tersebut tidak sampai anarkis dan tidak berlanjut.
“Tadi ada perwakilan kalian baru memberitahukan. Silahkan menyampaikan aspirasi, tapi aturannya harus ada pemberitahuan terlebih dahulu. Ini karena saya lihat mayoritas wanita dan terpelajar. Saya pertimbangkan itu. Namun saya minta tertib. Saya berkoordinasi dengan pihak dewan. Ini jadi pembelajaran. Saya tidak ingin rekan-rekan unjukrasa tanpa pemberitahuan 2-3 hari sebelumnya. Jangan merangsek masuk ke dalam,” kata Kapolsek IB 1 Kompol God Sinaga.
Koordinator Aksi, Saparyanto mengatakan sejak berlakunya UU No 20 Tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional dan undang-undang No 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi menjadikan status kelembagaan AKL sebagai pendidikan tinggi milik Pemprov Sumsel tidak memiliki landasan hukum sehingga membuat terancam para alumni karena terjadi penolakan di dunia kerja akibat ketidakjelasan status .
Melalui surat No 046/ORI-SRT/I/2016 dan notulen pertemuan tertanggal 20 Januari 2016 yakni mengalihkan lembaga pendidikan tinggi kesehatan milik Pemda kepada Kemenristek Dikti dengan menggabungkan kesalah satu perguruan tinggi di daerah tersebut.
Untuk itu menurut Saparyanto meminta DPRD Sumsel segera membentuk panitia lhusus (Pansus) dalam menyelesaikan persoalan nasib 280 mahasiswa AKL yang semakin tidak jelas.
Selain itu menuntut dan mendesak Direktur AKL Pemprov Sumsel untuk bertanggungjawab atas ketidakjelasan nasib 280 mahasiswa yang diakibatkan oleh buruknya penyelenggaraan sistim dan manajemen pendidikan di kampus.
“Menuntut dan mendesak Direktur AKL Pemprov Sumsel untuk segera menindaklanjuti surat pernyataan kesediaan melayangkan surat ke Menristekdikti RI yang berisi permohonan untuk melakukan merger AKL ke Universitas Sriwijayam (Unsri), menuntut dan mendesak Direktur AKL Pemprov Sumsel untuk memberikan pertanggungjawaban transparansi dan akuntabilitas atas keuangan yang di pungut dari mahasiswa persemester seperti uang studi tour dan uang ikatan wali mahasiswa,” katanya.
Tuntutan lainnya menuntut dan mendesak Direktur AKL Pemprov Sumsel untuk melakukan proses akreditasi secara transparan dan akuntabilitas sehingga dengan demikian diharapkan kampus akan lebih baik kedepannya.
Dan meminta pihak kampus untuk menghentikan segala bentuk intimidasi kepada mahasiswa AKL Pemprov Sumsel yang sedang memperjuangkan dan menuntaskan permasalahan tersebut .
Massa akhirnya diterima anggota Komisi V DPRD Sumsel H Rizal Kenedi, Mardiansyah, Askweni, Nurwati Wahab, dan Hasbi Asadiki.
Menurut Rizal Kenedi berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Nanti Komisi V atas persoalan ini kami langsung datang ke Menristekdikti, semuanya akan kita datangi , agar adik-adik semua bisa menyelesaikan pendidikan dan bisa kerja dan ijasah di akui , kami akan perjuangkan kepada kami, yakinlah kami anggota dewan akan berjuang apa yang menjadi harapan adik-adik semua dan kami mencari yang terbaik buat adik-adik sekalian,” katanya.#osk