Legislator Senayan Pun Akui Pariwisata Makin Moncer

1Jakarta, BP-Sektor pariwisata terus menggelinding cepat dan makin moncer (bersinar). Industri service yang berbasis pada tourism terus berbiak dan makin terasa di semua level. Optimisme pun terdongkrak, makin solid. Tak terkecuali dari Gedung Rakyat DPR RI, yang semakin yakin kelak tahun 2020, bakal menempati urutan tertinggi penyumbang devisa negara dan penghasil lapangan kerja.
“Saya percaya tahun 2020 sektor pariwisata paling berpotensi menjadi primadona dan urutan tertinggi penyumbang devisa. Datanya ada dan konkret. Tiga tahun terakhir semua sektor usaha mengalami penurunan. Tetapi tidak bagi pariwisata. Justru naik signifikan,” papar Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya, di Jakarta.
Dia berpegang pada data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam tiga tahun terakhir pariwisata Indonesia memang menunjukkan trend kenaikan di saat komoditas lain justru menurun.  Minyak dan gas bumi misalnya. Angka US$ 32,633.2 yang sempat diraih pada 2013, turun menjadi  US$ 18,906.7 di 2015. Batu bara juga sama. Pemasukan US$ 24,501.4 yang sempat diraih pada 2013, turun ke angka US$ 16,359.6. Minyak kelapa sawit juga mengalami nasib serupa. Dari US$ 15,839.1 yang didulang pada 2013, angkanya turun menjadi US$ 15,485.0 di 2015.
Trend penurunan sejumlah komoditas tadi sangat kontras bila dibandingkan dengan devisa yang sidumbang pariwisata. Di 2013, pariwisata hanya bisa menyumbang devisa sebesar US$ 10,054.1. Sementara pada 2015, angkanya mampu menembus US$ 11,629.9.
Yang membuat Riefky makin pede, data UNWTO Tourism Highlights 2014, UNWTO World Tourism Barometer, Januari 2015 dan WTTC, Januari 2015, memperlihatkan grafik perjalanan wisatawan internasional yang  terus naik. Dari 25 juta pada 1950, tumbuh menjadi 278 juta di 1980. Di 1995, angkanya bergerak naik hingga 528 Juta. Dan di 2014, angkanya sudah menembus 1,14 miliar.
Realita di atas membuat Industri pariwisata dikategorikan sebagai the world’s largest industry . Tiongkok sebagai negara industri manufaktur terbesar dunia, perlahan tapi pasti mulai menggeser arah ekonomi menuju industri pariwisata. Ini terlihat dari investasi besar-besaran dalam bidang pariwisata. Di kawasan Asia Tenggara, ada Singapura yang sudah mulai fokus ke pariwisata. Di samping menjadi jalur perdagangan internasional, Negeri Singa Putih itu sekarang sudah mendeklarasikan diri menjadi salah satu “surge belanja” dunia. Juga Thailand. yang sudah sukses mendatangkan 30 juta wisman di 2015 silam.
Hampir semua negara mulai sadar, sector pariwisata itu paling strategis. Potensi mendapatkan devisa sangat mudah dan menyenangkan. Karena itu, Riefky pun mengimbau kepada Kepala Daerah, terutama Gubernur, Bupati dan Walikota, dalam mengambil kebijakan politik anggaran daerah untuk lebih mempertimbangkan tentang pengembangan potensi pariwisata.
“Kalau memang kebijakan politik anggaran di daerah bisa berpihak pada sektor pariwisata, peluangnya akan semakin besar. Sektor pariwisata akan menambah pendapatan asli daerah dan akan membuka lapangan kerja yang signifikan,” kata dia.
Politisi F-PD itu menambahkan, tren di Pemerintah Pusat saat ini tidak lagi pada eksploitasi batubara atau minyak bumi. Namun, lebih mengoptimalkan dan memberdayakan dari potensi pariwisata. Pariwisata yang bisa dikembangkan di antaranya pariwisata alam, wisata sejarah, dan religi. “Jika tambang-tambang emas, minyak, gas dan sumber daya alam Indonesia sudah habis dieksploitasi, apalagi yang kita jual? Yang paling mudah dan murah ya pariwisata. Potensi alam seperti laut, udara dan pantai sebagai modal utama pariwisata sudah ada. Kita tinggal menyiapkan infratruktur dan fasilitas orang untuk tidur,” ucapnya.
Politisi asal dapil Aceh ini menyarankan Pemerintah Daerah untuk segera menjadikan pariwisata sebagai leading sector. Alokasi anggaran pariwisata yang biasanya ada di urutan terbawah, menurutnya, harus di balik menjadi urutan teratas. “Kalau daerah ingin cepat membuka lapangan pekerjaan baru, dan cepat meningkatkan pendapatan asli daerah, solusinya ya pengembangan pariwisata. Lihat saja Kota Guilin di Tiongkok. Sebelum reformasi ekonomi Tiongkok, kawasan ini merupakan daerah miskin. Setelah Den Xiaoping mencoba mengintegrasikan masryarakat dengan pariwisata, fokus kepada adventure travel, cultural travel dan eco-tourism, perekonomian Guilin langsung naik. Sekarang bahkan menjadi satu dari empat kota rekomendasi WTO dalam tujuan pariwisata Tiongkok,” beber Riefky.
Saat ini, pemerintah menargetkan kontribusi sektor pariwitasa terhadap PDB nasional mencapai 13 persen di tahun 2017, dan minimal 15 persen pada 2019. Tahun 2017, sektor pariwisata juga ditargetkan menghasilkan devisa sebesar Rp 200 triliun, dan pada 2019, jumlahnya dipancang mencapai Rp 280 triliun pada tahun 2019.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menambahkan, saat rekaman di acara Pojok Istana TVRI Senayan, “Dulu, sumber ekonomi negara ini hanya dipilah menjadi dua, yakni Migas dan Non Migas. Kelak, pemilahannya berbeda tekanan, yakni menjadi Pariwisata dan Non Pariwisata,” sebut Arief Yahya.(*)/duk



Leave a Reply