- April 4, 2018
- Posted by: admin
- Category: Berita
Palembang, BP — Memasuki masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2018, para pelajar dan wali murid perlu memahami aturan baru bernama zonasi. Sistem zonasi ini merupakan sistem penerimaan peserta didik baru berdasarkan wilayah atau letak rumah dengan lokasi sekolah yang dituju.
Pasalnya, tak semua sekolah menganut sistem dari Mendikbud Nomor 17/2017 tentang PPDB. Di Sumsel aturan zonasi hanya berlaku di jenjang SD dan SMP, sementara SMA/SMK masih menganut sistem reguler dan zonasi.
Berangkat dari hal tersebut, masyarakat menilai Dinas Pendidikan terkait kurang melakukan sosialisasi tentang hal ini. Memasuki tahun ajaran baru proses PPDB banyak masyarakat yang mendaftar ke sekolah tujuan namun belum tahu tentang aturan baru tersebut.
Demikian dikatakan Zainal, salah satu wali murid yang ingin mendaftarkan putrinya ke salah satu SMP di Kota Palembang. Pasalnya, saat datang ia kaget dengan aturan tersebut.
“Tidak ada sosialisasi, baik dari SD atau pun yang lain. Makanya saya kaget,” tutur Zainal, Selasa (3/4).
Lanjut Zainal, bahwa dengan aturan baru tersebut membuat masyarakat jadi bingung karena kurang tersosialisasi. Apalagi, memasuki bulan April pendaftaran SMP sudah mulai dibuka.
“Anak saya yang sebelumnya kan sekolah di SMP itu, nah anak saya yang satunya lagi maksud saya disekolahkan di tempat yang sama, tapi ada aturan zonasi,”jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kabid SMP Dinas Pendidikan Sumsel Herman Wijaya mengatakan bahwa terkait sosialisasi bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi beberapa bulan lalu. Bahkan, surat edaran zonasi sudah diedarkan ke semua SMP di Kota Palembang. Termasuk spanduk di setiap SMP tentang PPDB dengan menggunakan sistem zonasi.
“Sosialisasi di media massa, koran dan elektronik, kemudian selebaran kan sudah kami lakukan, tidak mungkin kan sosialisasinya satu per satu ke rumah,”jelas Herman.
Bahkan sistem zonasi dari Mendikbud Nomor 17/2017 tentang PPDB dan diperkuat dengan SK Walikota No.8 tentang aturan tersebut kemudian disosialisasikan dengan berbagai pertimbangan.
Mulai dari pertimbangan ekonomi, misalnya jika siswa berangkat sekolah dengan naik bus tiga kali dengan zonasi bisa satu kali, pun juga bisa mengentas kemacetan.
“Kemudian yang kedua soal pemerataan pendidikan, agar tak terjadi penumpukan di sekolah unggulan dan ini sekaligus mencoba agar semua adalah sekolah unggulan,”jelasnya.
Untuk sistem zonasi, sekolah harus memprioritaskan alamat dari calon peserta didik itu sendiri. Dianjurkan, siswa yang diterima harus alamatnya sama tak jauh dari lokasi atau jarak sekolah tersebut.
“Sistem zonasi ini harus berdasarkan letak rumah dekat dengan sekolah. Misalnya tak boleh siswa yang tinggal di Kenten dan sekolahnya di daerah Demang Lebardaun kan jauh sekali dari lokasi rumah,” jelas dia.
Setiap sekolah, harus menerima berkas dari calon peserta didik yang dilengkapi dengan kartu keluarga (KK) sehingga dapat diseleksi alamat dari calon peserta didik tersebut.
Setelah diseleksi melalui berkas dan berdasarkan zonasi namun sekolah masih kekurangan siswa maka boleh diseleksi dengan melihat rapor anak tersebut.
“Persentasinya 95 persen berdasarkan zonasi, sisanya bagi siswa berprestasi. Jadi untuk siswa berprestasi memang tetap ada kuotanya tapi hanya 5 persen saja, sisanya kita memang menerapkan zonasi,” jelas Herman.
Kepala SMP Negeri 17 Palembang Mismayuti mengatakan untuk PPDB mulai awal April 2018 sudah dibuka. Kendati pun demikian, tes akan dilakukan bulan Mei 2018 mendatang.
“Sesuai instruksi Disdik Palembang kita menerima dengan jalur zonasi. Dan kemi juga sebelumnya sudah mensosialisasikan ke SD yang menjadi zonasi kami, tinggal pihak SD yang menyampaikan ke wali murid dan siswa,”terangnya.
Soal tantangan turunnya sekolah unggulan jika adanya zonasi, Mismayuti mengaku bahwa yang penting adalah kualitas pendidikan bagaimana pihak sekolah memberikan pembelajaran dan sarana dan prasarana sebagaimana predikat sekolah unggulan yang diraih.
Berbeda dengan jenjang SMA/SMK, PPDB tahun ini masih menganut sistem reguler dan zonasi. Artinya, keberadaan sekolah unggulan masih menjadi kompetisi bagi pelajar lulusan SMP atau sederajat yang ingin masuk di sekolah unggulan.
“Kalau SMA kita belum menganut sistem zonasi sepenuhnya. Artinya kombinasi antara reguler dan zonasi,”terang Widodo.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, ada beberapa sekolah yang memang zonasi dengan berbagai pertimbangan. Namun untuk sekolah unggulan tetap menjadi pilihan bagi siapapun.
“Jadi tetap dibedakan, yang pinter, ada yang rajin silahkan ke sekolah unggulan. Dan itu Sunatulloh, tidak bisa kita menyamakan yang pinter dan yang bodoh,”pungkasnya. #sug