Sejarah Membuktikan Cara Berdemokrasi Masyarakat Palembang Sejak Dulu Tinggi

Palembang, BP
Kota Palembang sebagai kota tua ternyata memiliki catatan perjalanan sejarah berdemokrasi yang patut diacungi jempol, dimana sejak zaman dulu terutama sejak penerapan masyarakat adat Marga tingkat partisipasi masyarakat memilih pemimpinnya dulu sangat tinggi dan pemimpin yang terpilih yang terbaik karena datang dari bawah .
Hal tersebut dikemukakan oleh sejarawan kota Palembang yang juga dosen UIN Raden Fatah Palembang , Kemas Ari Panji melihat saat sistim marga partisipasi masyarakat tinggi karena caranya sederhana cukup berbaris sampai di rumah calon yang dipilih namun di masa sekarang hal tidak bisa diterapkan lagi dan orang memilih saat ini menurutnya, lebih kepada hal bersifat pragmatis.
“Namun semangat pemilihan zaman marga saat ini sudah hilang,” katanya saat menjadi peserta aktif dalam acara Focus Group

BP/IST
Suasana acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).

Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).
Kemas Panji menyarankan, KPU Sumsel harus melaksanakan sesuai dengan tugasnya saja karena tidak bisa 100 persen pemilih bisa memilih namun jangan sampai turun tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada.
Dia juga menyayangkan, saat debat pilkada pertama pilgub Sumsel tidak ada pertanyaan soal sejarah dan budaya padahal menurutnya itu sangat penting karena selama ini dia menilai kebudayaan dan sejarah menjadi program yang dianaktirikan oleh pemimpin Sumsel selama ini.

Baca:  Kartika Sandra Desi Jabat Wakil Ketua DPRD Sumsel

“Perlu ada kebijakan pro sejarah dan budaya pemimpin Sumsel dan Palembang kedepan,” sarannya.
Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP) Vebri Alintani menilai, kesenian adalah identitas diri dan selama ini tidak dibicarakan hanya jadi alat kepentingan politik calon pemimpin baik Sumsel dan Palembang.

BP/IST
Suasana acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).

“Sekarang banyak calon pemimpin pencitraan karena banyak uang selain itu ekonomi selalu menjadi panglima pembangunan sehingga sejarah dan budaya terbengkalai,” katanya.
Padahal menurutnya, Palembang adalah pusat kebudayaan melayu terutama pusatnya di Bukit Siguntang namun tidak diangkat calon kepala daerah di Sumsel dan Palembang.
“Jangan memikirkan investasi tapi pilih pemimpin berkualitas masukkan seni dan budaya dan sejarah menjadi elemen pembangunan,” katanya.
Selain itu dia menyarankan agar KPU Sumsel dan KPU Palembang dalam debat kedua harus memasukkan pertanyaan sejarah dan budaya agar calon kepala daerah paham dalam membangun Sumsel dan Palembang yang Darussalam.
Senada dikemukakan sejarawan kota Palembang yang juga akademisi dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Rd Moh Ikhsan, dia melihat calon kepala daerah di Sumsel harus melihat Palembang dan Sumsel memiliki sisi sejarah dan kebudayaan yang sangat tinggi dan harus dijaga bukti bukti budaya dan sejarah itu dan pemimpinnya harus berpikir keluar dari pemikiran umum.
“Peradaban Palembang harus di jaga dan itu tugas calon kepala daerah di Sumsel dan Palembang nantinya. Soal pertumbuhan ekonomi Palembang sudah cukup maju sejak dulu,” katanya.

Baca:  DPT Provinsi Sumsel Hilang 142 Ribu

Tokoh agama Sumsel yang juga akademisi dari UIN Raden Fatah Palembang Dr M Adil MA menilai target 77, 6 persen pertisipasi pilkada di Sumsel dianggap rendah.
“Banyak masyarakat terutama di talang-talang dan dipegunungan di Sumsel tidak bisa memilih karena faktor pekerjaan dan geografi mereka,” katanya.

BP/IST
Suasana acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).

Selain itu menurutnya dari sisi agama Islam baik Alquran dan hadist golput haram karena memilih pemimpin wajib.
Ketua Dewan Pembina STIHPADA (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda) Palembang, Dr Firman Freaddy Busroh SH MHum mengatakan, mendukung pendapat para sejarawan dan budayawan Sumsel tersebut , menurutnya pilkada harus dilakukan dengan pendekatan humanity dengan tidak meninggalkan nilai sejarah dan budaya dan kearipan lokal yang hidup di dalam masyarakat Sumsel dan itu yang selama ini yang hilang dan harus di bangkitkan kembali.
“Pelaksanaan pilkada sudah menghitung hari, melalui FGD ini bisa menjadi virus yang menyebar kepada seluruh elemen masyarakat,” katanya.
FGD yang merupakan sosialisasi pilkada di perguruan tinggi gelaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Forum Jurnalis Parlemen (FJP).
“Kita ini sebagai penyambung informasi untuk masyarakat, saya harap virus ini dapat tersebar kepada masyarakat agar pelaksanaan pilkada ini sukses.”
“Semua pihak seperti KPU, Media Massa, dan kalangan akademisi harus bekerjasama jika ingin meningkatkan angka partisipasi pemilih pada pilkada Juni mendatang.”

Baca:  Calon Muda Bisa Memenangkan Pilgub Sumsel 2018

“Media massa punya peran menggiring opini untuk membangun kesadaran masyarakat dalam menentukan calon pemimpin di masa mendatang.”

BP/IST
Suasana acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).

“Masyarakat juga jangan sampai Golput, karena satu hak suara bisa menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin untuk membawa perubahan terhadap Sumsel,” katanya.
Sekretaris KPU Sumsel Drs H MS Sumarwan MM yang mewakili Ketua KPU Sumsel mengatakan, tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun politik karena Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak di 17 Provinsi, 115 Kabupaten, dan 39 Kota. Sementara, di tahun 2019 akan ada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
“Sumsel khususnya ada 9 Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pilkada dan Pemilihan Gubernur. Kami bekerjasama dengan FJP, karena FJP ingin ikut mensukseskan pelaksanaan pilkada serentak di Sumsel. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada STIHPADA yang telah menyiapkan tempat untuk acara FGD, serta mengumpulkan mahasiswa untuk diberikan pendidikan politik mengenai pelaksanaan pilkada nanti mulai dari tanggal pelaksanaan, syarat mencoblos dan tata cara pencoblosan,” ujar Sumarwan.

BP/IST
Suasana acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Problematika Pemilih di Sumsel” yang didukung oleh Forum Jurnalis Parlemen (FJP) dan STIHPADA, Kamis (3/5).

Ditambahkannya, pada intinya KPU ingin memberikan informasi seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya yang terkategori pemilih potensial untuk meningkatkan partisipasi pemilih di Pilkada Sumsel tahun 2018.
“Kami akan menyerap semua aspirasi dari seluruh elemen masyarakat dalam rangka untuk memilih calon pemimpin Sumsel untuk lima tahun kedepan. Kami yakin angka partisipasi pemilih di Sumsel bisa melebihi target partisipasi pemilih nasional sebesar 77,6 persen,” imbuhnya.
Anggota KPU Sumsel Alexander Abdullah memastikan pihaknya akan terus berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat memilik dalam Pilkada di Sumsel.
Untuk itu dukungan masyarakat dan tidak melupakan nilai sejarah dan budaya akan dikedepankan dalam memilih pemimpin Sumsel kedepan.
Sementara, Ketua Forum Jurnalis Parlemen (FJP) Zarkasih SHi mengatakan, FJP sangat senang bisa bekerjasama dengan KPU Sumsel dan STIHPADA karena dapat menyelenggarakan FGD yang pesertanya dari kalangan akademisi juga termasuk beberapa pemilih pemula. Menurutnya, FGD ini juga sebagai salah satu langkah sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada pelaksanaan pilkada 27 Juni mendatang.
“Kami bersama teman-teman jurnalis lain yang sehari-harinya memberitakan kegiatan-kegiatan politik berharap dapat menjadi sumber informasi dan sumber edukasi politik bagi seluruh masyarakat,” singkatnya. #osk



Leave a Reply