Gus Syaifuddin : Merajut Tradisi NU Dan Muhammadiyah Menjadi Garda Depan Perjuangan Bangsa.

Jakarta,- NU dan Muhammadiyah sangat dekat orang NU sering menyebut Muhammadiyah sebagai “saudara tua”. Kadang pula menyebutnya dengan organisasi “sebelah” ataupun “tetangga”. Baik sebutan “saudara tua”, “tetangga”, ataupun “sebelah”, sebetulnya biasa saja. Satu waktu sangat dekat, satu waktu sangat jauh, itu biasa saja. tapi keduanya lahir di tanah dan air yang sama. Keduanya harus berjemaah menghalau anasir-anasir yang merusak bangsa ini dan terus konsisten mendatangkan selaksa kemaslahatan bagi Indonesia dan keindonesiaan.

Orang NU pun selalu bercerita bahwa Hubungan pendiri NU, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, baik-baik saja. Keduanya satu guru, sama-sama nyantri kepada Kiai Saleh Darat, di Semarang. Muhammadiyah adalah saudara tua, Kiai Dahalan juga lebih senior 7 tahun daripada Kiai Hasyim. Kiai Dahlan lahir di Jogjakarta 1 Agustus 1868 dan wafat di Jogjakarta 23 Februari 1923. Kiai Hasyim lahir di Demak 10 April 1875 dan wafat di Jombang 25 Juli 1947.

Pengurus PCNU Jakarta Pusat diterima oleh Pengurus Muhammadiyah  Jakarta Pusat KH.Agus Salim selaku  Ketua dan Sekretaris KH.Bambang serta KH.Makmuri selaku Bendahara.

Syaifuddin,ME yang kerap kali di sapa Gus Syaifuddin selaku ketua PCNU Jakarta Pusat  dan Mustasyar Brigjen TNI P Syahnan didampingi Ustad Subham Salim selaku Wakil Ketua dan Ustad Warnadi.
Tradisi Silahturami ini dilakukan menjelang Ramadhan.” nyatanya Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim mendapatkan ilmu dari sumber mata air yang sama. Maka rasanya tak perlu lagi ada saling ejek antara warga Muhammadiyah dengan kaum Nahdliyin.”Tegas Syaifuddin.

Masihkah kita bertentangan untuk membenarkan ego masing-masing?  Jikalau kebenaran masing-masing itu hanya menyebabkan perselisihan,  kenapa kita tidak mengambil hikmahnya untuk menjadikan perbedaan ini kebaikan? Semoga menjadikan petikan hikmah buat kita di Bulan Ramadhan ini.//Kelana Peterson/Ril.



Leave a Reply