Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar,Apresiasi Inovasi Swargaloka Lewat Pertunjukan “Drayang: Kijang Kencana” di Galeri Indonesia Kaya

Jakarta — Pertunjukan mini showcase DRAYANG (Drama Wayang) bertajuk “Kijang Kencana” sukses digelar di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Grand Indonesia, Jakarta, pada Selasa malam (14/10/2025). Acara ini menandai langkah baru dalam upaya pelestarian budaya pewayangan melalui sentuhan modern dan pendekatan musikal yang digagas oleh Yayasan Swargaloka.

Pertunjukan dimulai pukul 19.00 WIB dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sejumlah segmen musikal yang menarik perhatian penonton seperti Jadi Raksasa, Hutan Dandaka, Aku Kagum, Seekor Kijang, dan Peran. Pementasan ini memadukan unsur teater, musik, dan visual dengan gaya penyajian yang segar dan mudah dinikmati lintas generasi.

Selain pertunjukan, acara juga menghadirkan sesi talkshow interaktif bersama Bathara Saverigadi Dewandoro, Irwan Riyadi, dan Drs. Suryandoro selaku Founder Yayasan Swargaloka. Dalam kesempatan itu, mereka membahas perjalanan serta transformasi Drayang sebagai bentuk inovasi seni pertunjukan Indonesia.

Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, turut hadir dan menyampaikan apresiasinya terhadap kreativitas yang diusung oleh Swargaloka.

“Drayang dengan bahasa Indonesia bisa menjadi media pemersatu bangsa,” ujar Irene.

“Kalau kita menjadikan budaya sebagai alat diplomasi, pasar kita bisa lintas negara dan mendunia. Kreativitas manusia adalah sumber daya tanpa batas. Indonesia bukan hanya tempat healing, tapi juga pusat budaya yang hidup sejak masa lampau,” tambahnya.

Irene juga menyoroti pentingnya penggunaan bahasa Indonesia dalam karya seni pertunjukan sebagai bentuk pelestarian identitas nasional. Ia berharap karya semacam Drayang bisa terus berkembang dan menjadi bagian dari diplomasi budaya Indonesia di tingkat internasional.

Lebih lanjut, Irene mendorong adanya revitalisasi ruang pertunjukan publik, termasuk alun-alun di berbagai daerah agar dapat lebih nyaman dan layak digunakan oleh para pelaku seni.

“Kalau nonton di alun-alun kadang suka gerah, makanya perlu ada revitalisasi supaya penonton lebih nyaman. Kita ingin pemerintah daerah juga ikut berperan membuka ruang-ruang baru bagi pelaku seni,” ujarnya.

Sementara itu, Drs. Suryandoro, pendiri Yayasan Swargaloka, menjelaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan Drayang adalah untuk memperkenalkan konsep Drama Wayang kepada publik serta mengajak berbagai komunitas seni untuk tumbuh bersama dalam memajukan seni pertunjukan Indonesia.

“Kami ingin Drayang menjadi wadah kolaborasi lintas komunitas, baik dalam pelestarian budaya maupun pengembangan ekonomi kreatif. Harapan kami, para pelaku seni saling mendukung, terutama dalam hal menarik minat penonton untuk datang dan menikmati pertunjukan,” ungkap Suryandoro.

Ia menambahkan bahwa tantangan terbesar bagi komunitas seni saat ini adalah menghadirkan penonton yang benar-benar antusias serta menemukan ruang pertunjukan yang representatif. Untuk itu, Swargaloka terus menjalin komunikasi dengan berbagai pihak agar lebih banyak ruang terbuka bagi para pelaku seni di Indonesia.

Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh budaya dan pelaku seni, di antaranya:
Prof. Dr. Ninok Leksono (Guru Besar dan mantan Rektor UMN), Oetari Nur Permadi (mantan penyiar TVRI), Kabul Budiono (Penasehat PEPADI), Ida Pasha (artis dan presenter), Sari Majid (Teater Koma), Alim Sudio (Eki Dance Company), Reny Ajeng (Wulangreh Omah Budaya), dan Dr. Mandra Pradipta (Sanggar Ayodya Pala).

Turut hadir pula Dadam Mahdar, Direktur Seni Rupa dan Pertunjukan Kemenparekraf, serta perwakilan dari Subdit Bina Lembaga dan Pranata Kebudayaan Kemendikbud, bersama komunitas teater, musikal, dan pecinta wayang.

Pertunjukan Drayang: Kijang Kencana menjadi contoh nyata bagaimana seni tradisi dapat dikemas secara modern tanpa kehilangan nilai budaya aslinya. Melalui dukungan pemerintah, komunitas seni, dan masyarakat, Swargaloka berharap karya ini dapat menjadi inspirasi bagi kebangkitan seni pertunjukan Indonesia di era ekonomi kreatif.// Kelana peterson



Leave a Reply