- June 9, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments
Jakarta, BP-Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono meminta pemerintah agar Barang Milik Negara (BMN) seperti pelabuhan, bandara, hotel, jalan tol yang dioperasikan BUMN dijadikan Penyertaan Modal Negara (PMN). Langkah tersebut untuk meningkatkan nilai kapitalisasi perusahaan-perusahaan BUMN mencari sumber pendanaan agar dipercaya kreditur. Sebab untuk memperoleh kepercayaan kreditur diperlukan laporan keuangan bankable dan dianggap memiliki kemampuan mengembalikan dana pinjaman dari kreditur.
“PT Pelindo, PT Jasa Marga dan PT Angkasa Pura yang ditugaskan mencari pendanaan oleh Presiden Joko Widodo untuk mensukseskan program Nawacita sebaiknya dijadikan PMN sehingga meningkatkan nilai kapitalisasi BUMN,“ ujar Arief Poyuono di Jakarta, Rabu (7/6).
Kondisi tersebut kata Arief, dimungkinkan terlaksana dalam perubahan UU APBN 2016 untuk menetapkan BMN yang dipergunakan BUMN statusnya harus ditetapkan. Misalnya penerapan UU Nomor 10 tahun 2010 BMN yang berasal dari daftar isian kegiatan (DIK)/daftar isian proyek (DIP)/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Negara/ Lembaga yang dioperasikan BUMN dan telah tercatat pada Neraca BUMN sebagai bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS) atau akun sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada BUMN tersebut.
Namun kata Arief, rencana presiden Joko Widodo menggunakan BUMN sebagai lokomotif Nawacita akan terhambat dengan kebijakan Kementerian Keuangan dan Kementerian teknis seperti tertera dalam Permenkeu Nomor 57/PMK.06/2016 tentang tata cara pelaksanaan sewa barang milik negara serta Permenhub Nomor 52 Tahun 2015 tentang pelimpahan sebagian wewenang Menhub dalam rangka pengelolaan BMN di lingkungan Kemenhub.
“BUMN yang selama ini sudah mencatatkan sebagai sumber pendapatan dalam laporan Keuangan dan RKAP nya sekarang diharuskan melakukan pembayaran sewa pada pemerintah seperti sewa bandara dan pelabuhan yang dibangun dari dana APBN sebelumnya, ini aneh,” tegasnya.
Arief menambahkan, apabila kondisi ini terus dibiarkan, hal tersebut mempengaruhi nilai buku BUMN yang berdampak pada penilaian kreditur memberikan pinjaman pada BUMN. Karenanya FSP BUMN mendesak agar Presiden Jokowi mengevaluasi kebijakan kementeriannya yang menghambat program Nawacita presiden Joko Widodo.
“Dicurigai kedua Permen tersebut sebagai bagian agenda besar para mafia di kedua Kementerian itu agar bisa mengantikan BUMN yang mengoperasikan BUMN tersebut ke pihak swasta dengan harapan bisa dijadikan ATM bersama,” katanya.
Arief menilai modus yang dilakukan kedua kementerian itu dengan disewakan BMN ke pihak swasta, biasanya oknum petinggi di Kementerian itu meminta jatah saham atau jatah preman bulanan kepada pihak wasta yang menyewa BMN itu.
Keseriusan pemerintah membenahi infrastruktur terlihat dari peningkatan alokasi APBN pada tahun 2015 sebesar Rp290triliun meningkat menjadi Rp300triliun setahun berikutnya. Bahkan untuk merealisasikan Nawacita bidang Infrastruktur, Jokowi mengajukan ke DPR RI untuk menyuntikan dana APBN ke BUMN dalam bentuk PMN agar kebutuhan infrastruktur yang sudah direncanakan pemerintah sepanjang 2015-2019 dengan nilai besar yakni Rp5.000 triliun hingga Rp6.000 triliun.
“Artinya, tiap tahun butuh antara Rp 1.100 triliun sampai Rp 1.200 triliun untuk tahun 2016 masih kekurangan 900 triliun rupiah,” katanya. #duk