RUU Penyiaran Diharapkan Sebagai Penyeimbang

1Jakarta, BP-Ketua FPKB DPR RI Hj Ida Fauziyah berharap RUU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI   bisa menyeimbangkan kepentingan masyarakat dan industri siaran. Hal itu penting setelah menyadari dampak negatif siaran   yang justru meningkatkan kejahatan seksual terhadap anak-anak, sadis, biadab dan tidak berperikemanusiaan.
“Penyiaran publik  milik kita semua dan sebagai rumah bangsa,   harus kita kawal, dan dievaluasi  untuk kepentingan bangsa dan negara  lebih besar. Jadi, harus menjawab kebutuhan masyarakat sendiri. Bukan bebas tanpa batas yang   merugikan negara,” tegas Ida Fauziah dalam diskusi bertajuk  ‘Industri Penyiaran’ di Sekretariat FPKB, Gedung DPR RI, Jakarta,  Rabu (8/6).
 Dia juga minta  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberi kewenangan yang jelas dan tegas. Karena  selama ini  70 % untuk pengawasan isi siaran, dan 30 %  perizinan. Sanksi untuk isi siaran yang dinilai melanggar aturan  hanya sebatas menutup sementara, jika siaran dihentikan    dianggap melawan kebebasan pers.
Untuk izin siaran lanjut Ida, sebaiknya pemerintah langsung menangani, dan  tidak perlu melibatkan KPI.  Apalagi dalam hal siaran dan perizinan selalu ada kepentingan bisnis, politik, dan posisi pemerintah sangat kuat.
Ida   mempertanyakan  di mana posisi KPI. Di siaran atau perizinan. Seharusnya lanjut dia, cukup di siaran, karena KPI sering dianggap kecolongan dan tidak boleh galak-galak. Karena   KPI memang bukan lembaga sensor.
Menurut Ida,   selama ini sanksi yang diterapkan tidak   membuat   kapok penyiaran karena sanksinya   hanya teguran lisan. Itu sebab RUU Penyiaran diperlukan    sanksi disertai  denda, dan    denda itu menjadi pendapatan negara.
Dikatakan, tantangan ke depan bukan siaran TV dan radio, melainkan digitalisasi yang makin massif, sehingga harus didukung dengan aturan      memadai.
Soal boleh atau tidak Parpol memiliki siaran, Ida berpendapat sebaiknya tidak  boleh,    untuk menghindari subjektifitas siaran. Tantagan ke depan terkait kualitas konten, profesionalitas SDM, dan sensor. “Jadi  KPI harus diperkuat secara kelembagaan serta  kewenangan,” paparnya.
Kasubdit Penyiaran  Televisi Kominfo RI Syahrudin menjelaskan   RUU Penyiaran  sudah ada sejak   2012, dan baru kembali dibahas   2015, karena UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran  tidak   bisa mengakomodir perkembangan teknologi digitalisasi mutakhir.
“Dengan demikian  pemerintah mendukung penguatan KPI dengan terlibat perizinan dan pengawasan konten. Kita dukung penguatan KPI,” katanya. #duk


Leave a Reply