- June 9, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments
Jakarta, BP-Ketua FPKB DPR RI Hj Ida Fauziyah berharap RUU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI bisa menyeimbangkan kepentingan masyarakat dan industri siaran. Hal itu penting setelah menyadari dampak negatif siaran yang justru meningkatkan kejahatan seksual terhadap anak-anak, sadis, biadab dan tidak berperikemanusiaan.
“Penyiaran publik milik kita semua dan sebagai rumah bangsa, harus kita kawal, dan dievaluasi untuk kepentingan bangsa dan negara lebih besar. Jadi, harus menjawab kebutuhan masyarakat sendiri. Bukan bebas tanpa batas yang merugikan negara,” tegas Ida Fauziah dalam diskusi bertajuk ‘Industri Penyiaran’ di Sekretariat FPKB, Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (8/6).
Dia juga minta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberi kewenangan yang jelas dan tegas. Karena selama ini 70 % untuk pengawasan isi siaran, dan 30 % perizinan. Sanksi untuk isi siaran yang dinilai melanggar aturan hanya sebatas menutup sementara, jika siaran dihentikan dianggap melawan kebebasan pers.
Untuk izin siaran lanjut Ida, sebaiknya pemerintah langsung menangani, dan tidak perlu melibatkan KPI. Apalagi dalam hal siaran dan perizinan selalu ada kepentingan bisnis, politik, dan posisi pemerintah sangat kuat.
Ida mempertanyakan di mana posisi KPI. Di siaran atau perizinan. Seharusnya lanjut dia, cukup di siaran, karena KPI sering dianggap kecolongan dan tidak boleh galak-galak. Karena KPI memang bukan lembaga sensor.
Menurut Ida, selama ini sanksi yang diterapkan tidak membuat kapok penyiaran karena sanksinya hanya teguran lisan. Itu sebab RUU Penyiaran diperlukan sanksi disertai denda, dan denda itu menjadi pendapatan negara.
Dikatakan, tantangan ke depan bukan siaran TV dan radio, melainkan digitalisasi yang makin massif, sehingga harus didukung dengan aturan memadai.
Soal boleh atau tidak Parpol memiliki siaran, Ida berpendapat sebaiknya tidak boleh, untuk menghindari subjektifitas siaran. Tantagan ke depan terkait kualitas konten, profesionalitas SDM, dan sensor. “Jadi KPI harus diperkuat secara kelembagaan serta kewenangan,” paparnya.
Kasubdit Penyiaran Televisi Kominfo RI Syahrudin menjelaskan RUU Penyiaran sudah ada sejak 2012, dan baru kembali dibahas 2015, karena UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran tidak bisa mengakomodir perkembangan teknologi digitalisasi mutakhir.
“Dengan demikian pemerintah mendukung penguatan KPI dengan terlibat perizinan dan pengawasan konten. Kita dukung penguatan KPI,” katanya. #duk