Kemenpar Bidik Pasar Wisata Yacht Selandia Baru dan Fiji

1Jakarta, BP-Kementerian Pariwisata (Kemenpar) kian intens menggarap wisata yacht. Setelah Australia, Tiongkok, dan Hongkong, kini giliran Selandia Baru dan Fiji yang siap dihipnotis dengan materi promosi wisata bahari. Persisnya sea zone, yang menggunakan yacht, atau perahu pesiar sebagai alat untuk menjelajahi pulau-pulau di Nusantara. Komunitas yachter Fiji, akan dirayu ke Indonesia pada 20 Juni 2016.
Sementara untuk komunitas yachter Auckland dan Opua, Selandia Baru, promosinya akan digelar 22 dan 24 Juni 2016. “Kemudahan atau deregulasi Yacht sudah dilakukan oleh Tim Percepatan Wisata Bahari yang dipimpin Pak Indroyono Soesilo. Beliau itu ahlinya maritime dan pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman RI,” kata Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Salah satu sukses yang dilakukan, kata dia, adalah deregulasi CAIT, untuk izin masuk yacht ke perairan Indonesia. Selama ini mengurus izin masuk itu bisa 3 minggu, dan yacht diperlakukan sebagai barang mewah, sehingga kena pajak barang mewah yang mahal. Karena itu, tidak banyak yacht yang bersailing di tanah air. Mereka memilih Singapore, HOngkong dan Australia untuk menambatkan perahunya di marina.
“Kini izin masuk ke Indonesia cukup 3 jam sudah beres, bahkan target kami 1 jam sudah mendapatkan izin berlayar, seperti yang dilakukan di Singapore, Perth, maupun Hongkong,” kata Arief Yahya. Itu akan mempermudah para wisatawan bahari yang sudah tahu bahwa perairan Indonesia itu adalah surganya wisata bahari.
Wisata bahari dengan perahu yacht, selama ini masih dianggap sebagai pasar yang seksi. Potensi pemasukan devisanya sangat besar dan menantang. Dari data Kemenpar, cost belanja wisatawan yacht per hari rata-rata US$ 500-US$ 1.000. Dan lama singgahnya, bisa mencapai satu bulan. “Karenanya Pak Menteri ( Arief Yahya, red) menargetkan wisata yacht dapat menyumbang devisa hingga US$ 600 juta sampai 2019 mendatang. Kami pun all out menggenjot promosinya di negara-negara potensial, termasuk Fiji dan Selandia Baru,” terang I Gde Pitana, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, Senin (13/6).
Soal ini, pria berkacamata itu mengaku optimistis bisa mencapai target yang dipancang tadi. Maklum, Indonesia punya modal yang sangat kuat. Sebagai negara bahari, Indonesia dihiasi lebih dari 17.000 pulau.  Garis pantainya mencapai 80 ribu km. Dan Indonesia, memiliki sekitar 50.875 km2 terumbu karang. Jumlah ini setara dengan 51% persen dari terumbu karang di wilayah Selatan Timur Asia dan 18% (284.300 km2) dari terumbu karang di dunia. Dengan potensi sedahsyat itu, Indonesia pun langsung dinobatkan menjadi jantung dari segitiga karang dunia (coral triangle).
“Modal kita sudah kuat. Dua per tiga koral dunia lengkap dengan biota yang super unik itu ada di Indonesia. Karenanya mempromosikan keindahan potensi bawah laut, pantai, dan pulau-pulau di negeri ini, sudah cukup untuk menarik para yachters Fiji dan Selandia Baru ke Indonesia. Potensi maritim kita bukan hanya istimewa, tetapi terbaik di dunia,” tambah Pitana.
Soal ini, Pitana tak asal bicara. Ada data yang mendukung ucapannya. Pada 2015 silam, CNN Internasional menempatkan Raja Ampat sebagai peringkat satu, lalu Labuan Bajo peringkat dua dunia untuk kategori snorkeling site dunia.  “Kami akan menangkap potensi pasar 6.000 yachts supaya bisa memutar Rp 6 triliun dari pengelolaan wisata bahari ini. Spending satu yacht itu rata-rata Rp 1M,” urai Pitana.
Yang membuat Pitana happy, birokrasi dan perizinan yang selama ini menghambat sudah mulai dipangkas. Sekarang sudah ada Peraturan Presiden 105/2015 yang memayungi pengurusan dokumen CIQP (custom, immigration, quarantine, port) di 18 pelabuhan. Ke-18 pelabuhan sebagai titik keluar-masuk perahu pesiar yang diatur dalam Perpres tersebut adalah:
Sabang (Aceh), Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), Nongsa Point Marina (Batam), Banda Bintan Telani (Bintan), Tanjung Pandan (Belitung), Sunda Kelapa dan Ancol (Jakarta), Tanjung Beno (Bali), Tenau (Kupang), serta Kumai (Kotawaringin Barat). Selain itu, Tarakan, Nunukan (Bulungan), Bitung, Ambon, Saumlaki (Maluku Barat), Tual (Maluku Tenggara), Sorong, dan Biak. Dengan terbitnya Perpres tadi, yacht bisa langsung sandar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia dengan sistem online. Prosesnya tak lagi lama. Semua clear dalam hitungan jam.
Hal lain yang membuat Pitana pede adalah Indonesia punya letak geografis yang sangat strategis. Indonesia ada di antara dua samudera besar. Artinya, cirvum navigasi dunia yang diperkirakan melibatkan lebih dari 10 ribu kapal, sangat tergantung dengan Indonesia. “Itu sebabnya Indonesia harus promosi di Yachter Community Selandia Baru dan Fiji. Kita undang para yachter di sana untuk sandar ke Indonesia, nikmati beragam kekayaan bahari di Indonesia,” ungkapnya.
Lantas apa saja yang ajan ditonjolkan di Fiji dan Selandia Baru? “Wonderful Indonesia!” tegas Pitana.
Destinasi unggulan, wisata bahari, panorama laut, pantai, surfing, budaya yang penuh dengan seni tradisional, kesenian yang nyentrik, dipastikan akan hadir di Selandia Baru dan Fiji.
“Dan yang paling penting, yachter Selandia Baru dan Fiji tidak perlu mengurus Visa. Mereka bisa masuk berwisata ke Indonesia karena Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan Bebas Visa Kunjungan untuk 169 negara. Itu termasuk Fiji dan Selandia Baru,” jelas Pitana



Leave a Reply