RUU Arsitektur Lindungi Kearifan Lokal

1Jakarta, BP-Anggota Komisi V DPR RI  Sigit Sosiantomo menegaskan, pembahasan   RUU Arsitektur antara  DPR RI dan pemerintah untuk melindungi dan memperkuat arsitektur kearifan lokal, tidak menghilangkan seni dan budaya bangunan daerah. Dengan demikian   RUU ini sangat penting mengingat berbagai bentuk bangunan di Indonesia cenderung   kebarat-baratan yang bisa mengancam identitas budaya daerah.
“RUU Arsitektur  memberi kepastian hukum untuk masyarakat menggunakan jasa arsitek, agar tidak menghilang design seni budaya bangunan lokal.  Setelah RUU ini disahkan, pemerintah harus menyiapkan PP atau Perda tentang tata kelola bangunan agar identitas bangunan lokal tidak hilang,” tegas Sigit Sosiantomo di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (14/6).
Menurut Sigit,     kalau dilihat dari atas pesawat hampir semua  semua bentuk bangunan  mirip,  sehingga sulit menentukan kearifan lokal. Seperti Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, sempat diprotes warga Bali, karena menghilangkan arsitektur Bali, dan  setelah  diprotes bentuk bandara saat ini     dengan kesan budaya   Bali.  “Dewan Arsitektur dalam hal ini penting  mengeluarkan sertifikat arsitek, dan lisensi. Sertifikat itu tidak boleh dikeluarkan   Pemda,”  kata politisi PKS itu.
Dikatakan Sigit, untuk  menghadapi Masyarakat Ekonomi Eropah (MEA) Arsitek lokal harus kerjasama dengan arsitek asing melalui IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), jika bekerja di Indonesia.
Sekadar diketahui kata dia, Arsitek Indonesia hanya 104 berkualitas Asean. Disusul Singapura 80 arsitek, dan Malaysia 70 arsitek. “Jadi, arsitek asing boleh kerja di Indonesia dengan syarat kerjasama dengan arsitek lokal. Untuk itu DPR mendorong KementerianPUPR untuk segera membahas ini,” tutur Sigit.
Sigit menambahkan, jumlah arsitek Indonesia sekitar  42 ribu, dan baru 16 ribu yang tergabung dalam IAI. Untuk Asia terdapat 3 ribuan arsitek yang mempunyai SK, tapi hanya 200 masuk  peringkat utama dan selebihnya masih madya.
Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya KemenPUPR  Adjar Prayudi berharap, di era MEA arsitek   Indonesia bisa bersaing ke luar negeri, agar arsitek kita tidak terkesan  jago kandang. Sebab,  baru 100 arsitek yang bersertifikat Asean, dan memiliki surat tanda resgistrasi (STRA).
Pengamat Arsitek dari Universitas Muhammadiyah Jakarta  Ashadi menyatakan,  RUU ini suatu keniscayaan karena dalam konteks pendidikan arsitek   empat tahun mengikuti   kuliah   belum diakui dunia. Sehingga pendidikan atau kuliah arsitek    harus   5 tahun. “UI, Trisakti, dan lain-lain sudah menggelar pendidikan tersebut. Untuk itu Kemeristekdikti dan KemenPUPR harus melakukan pembinaan sesuai jenjang pendidikan. Demikian juga soal Pembina IAI, maka IAI, KemenPUPR, dan PPAS harus bergerak sama untuk menata  IAI,” paparnya.


Leave a Reply