- June 15, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments

“RUU Arsitektur memberi kepastian hukum untuk masyarakat menggunakan jasa arsitek, agar tidak menghilang design seni budaya bangunan lokal. Setelah RUU ini disahkan, pemerintah harus menyiapkan PP atau Perda tentang tata kelola bangunan agar identitas bangunan lokal tidak hilang,” tegas Sigit Sosiantomo di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (14/6).
Menurut Sigit, kalau dilihat dari atas pesawat hampir semua semua bentuk bangunan mirip, sehingga sulit menentukan kearifan lokal. Seperti Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, sempat diprotes warga Bali, karena menghilangkan arsitektur Bali, dan setelah diprotes bentuk bandara saat ini dengan kesan budaya Bali. “Dewan Arsitektur dalam hal ini penting mengeluarkan sertifikat arsitek, dan lisensi. Sertifikat itu tidak boleh dikeluarkan Pemda,” kata politisi PKS itu.
Dikatakan Sigit, untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Eropah (MEA) Arsitek lokal harus kerjasama dengan arsitek asing melalui IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), jika bekerja di Indonesia.
Sekadar diketahui kata dia, Arsitek Indonesia hanya 104 berkualitas Asean. Disusul Singapura 80 arsitek, dan Malaysia 70 arsitek. “Jadi, arsitek asing boleh kerja di Indonesia dengan syarat kerjasama dengan arsitek lokal. Untuk itu DPR mendorong KementerianPUPR untuk segera membahas ini,” tutur Sigit.
Sigit menambahkan, jumlah arsitek Indonesia sekitar 42 ribu, dan baru 16 ribu yang tergabung dalam IAI. Untuk Asia terdapat 3 ribuan arsitek yang mempunyai SK, tapi hanya 200 masuk peringkat utama dan selebihnya masih madya.
Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya KemenPUPR Adjar Prayudi berharap, di era MEA arsitek Indonesia bisa bersaing ke luar negeri, agar arsitek kita tidak terkesan jago kandang. Sebab, baru 100 arsitek yang bersertifikat Asean, dan memiliki surat tanda resgistrasi (STRA).
Pengamat Arsitek dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Ashadi menyatakan, RUU ini suatu keniscayaan karena dalam konteks pendidikan arsitek empat tahun mengikuti kuliah belum diakui dunia. Sehingga pendidikan atau kuliah arsitek harus 5 tahun. “UI, Trisakti, dan lain-lain sudah menggelar pendidikan tersebut. Untuk itu Kemeristekdikti dan KemenPUPR harus melakukan pembinaan sesuai jenjang pendidikan. Demikian juga soal Pembina IAI, maka IAI, KemenPUPR, dan PPAS harus bergerak sama untuk menata IAI,” paparnya.