- June 22, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments
Jakarta, BP-Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI FPDIP Rieke Diah Pitaloka mendesak DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU ini sudah didukung seluruh ormas dan masyarakat, dan RUU ini sudah masuk Prolegnas Prioritas 2016 sehingga cepat diselesaikan.
“Secara substansi RUU ini sudah mendapat dukungan semua ormas termasuk Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, Komnas HAM, serta ormas keagamaan. Prinsipnya RUU PKS harus memberi efek jera,” tegas Rieke Diah Pitaloka dalam forum legislasi ‘RUU PKS’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (21/6).
Menurut Rieke kekerasan seksual yang terus meningkat membutuhkan perangkat hukum bersifat khusus atau luar biasa. Karena UU Pidana dan UU KDRT tidak memadai. Sementara kekerasan seksual seperti gunung es yang tak bisa diselesaikan secara damai di kepolisian. “Korban bukan saja perempuan dan anak-anak, tapi lelaki dan orang dewasa. Jadi, RUU ini untuk semua, bukan perempuan saja,” ujar anggota Komisi VI DPR RI itu.
Mengingat masalah ini sangat kompleks, lanjut Rieke, RUU ini akan dibahas Pansus besar DPR RI atau lintas komisi. Inilah yang harus segera diputuskan.
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherawati menyatakan, 83 % korban perempuan menempuh jalur hukum. Tapi, 50 % berhenti di kepolisian, 40% dengan mediasi, dan hanya 10% berlanjut ke pengadilan. “ 35 perempuan setiap hari menjadi korban, namun ketika bersidang di pengadilan kesulitan, karena selalu dibebani dengan bukti, kaum perempuan sulit mengumpulkan bukti. Yang ada hanya visum, sehingga banyak kasus tidak berlanjut di pengadilan,” tutur Sri.
Dia menambahkan, dibutuhkan keberanian untuk melakukan terobosan hukum, mengingat kasus ini membuka babak baru terkait pelanggaran HAM, harkat dan martabat kemanusiaan dan dampaknya luar biasa. Sehingga dibutuhkan penegak hukum yang khusus. Jaksa, hakim, dan polisi khusus, yang mendapatkan pendidikan HAM, gender, dan PKS.
Khsusus untuk korban cacat permanen lanjut dia, selama ini tidak ada yang bertanggungjawab. Untuk itu, jika pelaku tidak mampu, negara harus bertanggungjawab.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arista Sirait menegaskan, yang terpenting pidana pokoknya harus jelas, karena hokum yang ada masih lemah. Padahal, kekekerasan seksual bersifat darurat (extra ordinary crime). Hukumannya harus membuat jera, minimal 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati (Ps 340). “Jadi, RUU ini harus komprehensif, visioner untuk melindungi perempuan, anak-anak, dan dewasa, serta memberi sanksi bagi predator seksual,” katanya. #duk