- August 3, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
PALEMBANG BP-Gerakan radikalisme dan terorisme diyakini masih terus berkembang di Indonesia. Untuk memeranginya harus dimulai dari diri sendiri dan mengembangkan pola pikir pluralisme dan demokrasi serta saling menghormati antar agama.
Demikian penggalan pemikiran dari Anggota DPD RI Hendri Zainudin saat menjadi narasumber dalam diskusi publik ‘Kemerdekaan Tanpa Radikalisme dan Terorisme’ di Nobu Cafe & Bistro, Sabtu (30/7).
Menurut Hendri, radikalisme bukan bersifat fisik, tetapi berupa pemikiran. Artinya, radikalisme itu perang pemikiran dan faktor yang memicu radikalisme diantaranya ketimpangan ekonomi, perbedaan ideologi dan ketidakadilan.
“Ada sejumlah cara untuk menanggulanginya, yakni membangkitkan kembali spirit dan nilai nilai Pancasila, perbaikan metode dakwah oleh pemuka agama, meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnya bela negara, dan adanya upaya perbaikan dari pemerintah sesuai ideologi pancasila,” katanya.
Mantan Dirtek SFC ini menilai, masyarakat Indonesia berangsur angsur sudah memahami pentingnya keutuhan negara, hal ini tidak terlepas dari pola pikir masyarakat yang terus berkembang dan banyaknya organisasi masyarakat yang mensosialisasikan, termasuk organisasi keagamaan seperti kalangan Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
“Memang masih ada pola pikir radikalisme dan gerakan terorisme di Indonesia, tapi saya yakin jumlahnya terus berkurang, bahkan di Sumsel gerakan semacam itu bisa dikatakan tidak ada,” ujarnya.
Pemateri lainnya, Hernoe Roesprijadji SIP menegaskan perlunya restorasi makna jihad. Menurut ketua dewan pakar MPII Sumsel ini menilai pemaknaan terhadap konsep jihad menurut kaum jihadis jauh berbeda dengan pemaknaan jihad yang selama ini kita fahami.
“Jihad yang mereka pahami adalah sebuah perang (qital), sementara bagi kita jihad akbar sebagaimana hadist yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menahan hawa nafsu,” katanya.
Ditegaskan, konsepsi jihad dalam dunia modern saat ini yang paling relevan untuk dilaksanakan adalah membangun peradaban umat muslim, dengan pola-pola gerakan dan perjuangan dalam bentuk pemikiran, gerakan sosial, pendidikan, dan menjaga pemurnian aqidah Islam dengan tujuan memuliakan kalimat Allah SWT.
“Bagi kita bangsa Indonesia seharusnya menyadari dan mampu memilah, antara agenda politik dengan agenda agama, karena belum tentu sama antara agenda menegakkan Islam dengan agenda menegakkan negara Islam,” ulasnya.
Sementara Pasi Ter Kodim 0418 Palembang HM Soberun mengatakan, ajaran komunisme merupakan ajaran terlarang di Indonesia, dan TNI tetap berkomitmen untuk menjaga NKRI dari serangan dan berkembangnya ajaran tersebut.
Menurutnya, komunisme adalah ajaran yang menghapuskan hak milik perorangan atau pribadi serta tidak mengakui adanya tuhan.
“Sudah menjadi tugas pokok TNI memerangi radikalisme dan terorisme,” katanya.
Hadir dalam acara tersebut jurnalis dari forum jurnalis parlemen (FJP), OKP Karang Taruna, GP Ansor Sumsel, PMII Sumsel, PRD dan organisasi lainnya.
“Saya sangat apresiasi dengan MPII, organisasi baru tapi menampilkan wajah dakwah pemuda baru yang sangat positif,” tutup KH Amri Siregar, waketum MUI Sumsel dalam sambutannya.
#osk