- August 10, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
Jakarta, BP-Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menegaskan, RUU Kamnas (Keamanan Nasional) belum begitu diperlukan dan tidak tepat DPR RI langsung merespon dengan memasukan ke Prolegnas 2016. Sebab, baru 10 RUU dari 40 RUU yang menjadi tugas DPR RI tahun ini.
“Seharusnya inisiator RUU Kamnas adalah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), bukan DPR RI. Karena yang berkepentingan pemerintah. Kalau RUU Kamnas dibutuhkan, harus disosialisasikan secara luas dan konsultasi dengan masyarakat,” ujar Arsul Sani di ruangan wartawan DPR RI, Jakarta (9/8).
Menurut Arsul, kalau RUU Kamnas dipaksakan DPR RI akan dipersepsikan sebagai lembaga tidak produktif. “Saya juga khawatir RUU Kamnas muncul karena Polri dianggap sangat berkuasa. Tapi, kalau TNI masuk wilayah keamanan, harus amandemen UUD 1945 Pasal 30 terkait polisi untuk keamanan, dan TNI untuk pertahanan negara,” ujarnya.
RUU Kamnas lanjut Arsul, seperti gadis cantik dan seksi. Banyak yang mencintai dan banyak juga membenci. Dan pernah juga ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga kalau pembahasan dilanjutkan harus disosialisasikan dan konsultasikan.
Dirjen Peraturan dan Perundangundangan Kemenkumham Widodo mengakui secara substansi RUU Kamnas sempat mengundang isu negatif, sehingga harus disikapi dengan serius agar pemerintah responsif terhadap tuntutan masyarakat. “Tak boleh ada UU yang dibahas diam-diam. Pembahasannya harus memenuhi dua aspek, yaitu prosedural dan substansial sesuai peraturan perundang-undangan No.11 tahun 2012,” tambahnya.
Menurut Widodo, RUU Kamnas harus dibentuk, namun lebih dulu harus dilakukan sinkronisasi, jangan sampai ada perampasan hak rakyat serta tidak kembali ke era represif. “Saya yakin pemerintah komitmen tidak kembali ke era represif,” jelasnya.
Direktur Imparsial Al A’raf mempertanyakan substansi dan urgensi RUU Kamnas saat ini. Kalau mengatur relasi antara TNI dan Polri terkait ancaman terorisme, TNI bisa dilibatkan melalui UU TNI No.23/1959 Pasal 7 (3), sudah mengatur keterlibatan TNI. Kalau tak cukup maka dengan UU Kedaruratan. Itu yang harus direvisi. Jadi, tata atur keamanan negara sudah selesai.
Selain itu lanjut dia, ada UU No.34/2004 tentang pemisahan TNI dan Polri dan UU No.22 tentang intelejen negara. Keterlibatan TNI dalam masalah keamanan bisa dilakukan jika semua institusi negara terkait tidak mampu lagi mengatasi keamanan. “Itu juga sudah diatur dalam TAP MPR No.7 tahun 2000 sebagai koreksi terhadap TNI. UU No.3 tahun 2002 pun telah menyebutkan dibentuknya Dewan Pertahanan Kemanan Nasional yang sampai hari ini belum dilakukan. Padahal, kalau ada Wantamnas tidak perlu lagi Wantimpres,” paparnya. #duk
