Kemenkeu Bantah Tuduhan PKS soal Ekonomi RI Memprihatinkan


Foto: Hasan Alhabshy


Jakarta – Kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat sejumlah catatan dari Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini. Catatan yang diberikan PKS banyak meliputi persoalan di bidang ekonomi sepanjang 2018. Dalam catatannya, PKS menilai kondisi perekonomian Indonesia masih memprihatinkan.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lewat Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, pun merespon catatan Ketua Fraksi PKS tersebut. Nurfransa menyatakan bahwa pendapat PKS mengenai kondisi perekonomian yang stagnan di Indonesia, hingga angka pengangguran tinggi, dinilai kurang tepat. 

Kemudian, Nufransa membandingkan pendapat Jazuli Juwaini dengan data yang dimiliki Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dan Kementerian keuangan. 

“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Kementerian Keuangan yang juga sebagian informasinya sudah disampaikan dalam konferensi pers tanggal 2 Januari 2019, sebagian besar opini yang disampaikan Ketua Fraksi PKS adalah KURANG TEPAT,” ungkap Nufransa seperti dikutip dari lamanFacebook-nya, Sabtu (5/1/2019).

Nurfransa mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stagnan seperti yang diungkapkan PKS. Menurutnya, perekonomian Indonesia berhasil bertahan di tengah pertumbuhan global yang sedang mengalami perlambatan. Selain itu, tingkat inflasi tahun 2018 dapat terjaga di angka 3,13%.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 mengalami peningkatan, diperkirakan sebesar 5,15%. Pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh stabilitas pertumbuhan konsumsi rumah tangga (5,01%), konsumsi pemerintah (4,92%), dan peningkatan investasi. Tingkat inflasi yang rendah dapat menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi, serta peningkatan aktivitas ekonomi,” tulis Nufransa.

Selanjutnya, klaim PKS mengenai utang negara yang semakin besar dan memberatkan keuangan negara juga dibantah oleh Nufransa. Menurut Nurfransa, keuangan negara masih terjaga termasuk pula nilai utang. Hal itu terbukti dengan realisasi utang negara yang berada di bawah target utang di APBN 2018.

“Dalam target APBN 2018 yang ditarget sebesar Rp 399,2 triliun, pemerintah mengadakan utang hanya sebesar Rp 366,7 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2017, pembiayaan anggaran tahun 2018 tumbuh negatif sebesar 16,6% dengan didukung oleh penurunan pembiayaan SBN hingga 18,9%,” sebut Nufransa.

Lebih lanjut dia mengklaim bahwa keuangan negara masih di dalam batas aman sesuai dengan amanat pasal 12 ayat 3 Undang-Undang tentang Keuangan Negara dimana maksimal utang pemerintah maksimal 60% terhadap PDB. Menurutnya, pemerintah selalu menjaga rasio utang terhadap PDB, hingga kini berada pada kisaran angka 30%.

Nufransa pun mengatakan bahwa APBN 2018 menunjukkan kinerja yang sehat dan kredibel, karena realisasi APBN 2018 pendapatan negara melampaui target sebesar 102,5%. Capaian ini merupakan yang pertama kali sejak 2011.

Lalu, dia menjabarkan realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.942,3 triliun, tumbuh sebesar 16,6%, dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2017 sebesar 7,1%. Dalam belanja negara, penyerapan belanja sebesar 99,2% di mana Kementerian/Lembaga (K/L) terealisasi sebesar 98,7%, yang merupakan penyerapan terbesar dalam periode 2014-2018.

“Membuahkan realisasi defisit anggaran negara yang mengecil, dalam APBN 2018, realisasi defisit anggaran sebesar 1,76% dari PDB (dibandingkan target APBN 2018 sebesar 2,19%). Defisit anggaran ini merupakan yang terkecil sejak tahun 2012,” tulis Nufransa.

Selanjutnya, Nufransa menolak klaim yang sebut pemerintah gali lubang tutup lubang. Justru menurutnya, dalam APBN 2018, defisit keseimbangan primer dapat ditekan mendekati nol, yaitu sebesar Rp1,8 triliun.

“Angka defisit keseimbangan primer ini turun jauh dibandingkan dengan keseimbangan primer tahun 2017 yang masih negatif sebesar Rp 124,4 triliun. Keseimbangan primer negatif sebesar Rp 1,8 triliun merupakan yang terendah sejak tahun 2012,” papar Nufransa.

Lebih lanjut, menurut Nufransa tingkat kemiskinan dan pengangguran juga semakin menurun. Menurutnya, dalam empat tahun terakhir, APBN justru mendukung pertumbuhan ekonomi dan berdampak menurunkan tingkat kemiskinan yang kini turun dari 11,25% pada Maret 2014 menjadi hanya satu digit sebesar 9,82% pada Maret 2018.

“Gini rasio atau tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat juga turun dari 0,406 menjadi 0,389 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan kesejahteraan di masyarakat lebih merata dan berangsur membaik,” sebut Nufransa.

Nufransa juga mengatakan bahwa pemerintah juga ikut menciptakan lapangan kerja serta iklim usaha yang sehat di Indonesia. Hal ini ikut membuat tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 5,70% pada Februari 2014 menjadi 5,34% pada Agustus 2018.

(fdl/fdl)



Leave a Reply