Orang Terkaya Filipina Wafat, Tinggalkan Harta Rp 256 T


Henry Sy. Foto: Dok. Forbes


Jakarta – Henry Sy, seorang konglomerat asal Filipina meninggal dunia di usianya yang ke-94 tahun. Hal ini diumumkan oleh perusahaan yang dia bangun; SM Investements Corporation, pada Senin, 21 Januari 2019 lalu.

Pria keturunan China tersebut terdaftar sebagai orang paling kaya di Filipina menurut Majalah Forbes. Henry bahkan telah menduduki posisi tersebut selama 11 tahun berturut-turut.

Forbes mencatat harta Sy sebesar US$ 18,3 miliar atau sekitar Rp 256,2 triliun (kurs Rp 14.000).

Perjuangan Henry Sy menggapai semuanya ini dilaluinya dengan beberapa kali terpaan krisis. Di sini kita akan melihat kisah seorang pria perantau yang berjuang hingga akhirnya menjadi orang terkaya di negeri orang.

Henry Sy memulai karirnya dengan berjualan di toko kelontong yang sederhana. Dari toko kelontong ini, Sy kini memiliki sebuah perusahaan induk bernama SM Prime Holdings, kerajaan bisnis yang mengembangkan pusat perbelanjaan, ritel, real estat, perbankan hingga pariwisata.

Henry T. Sy lahir pada 15 Oktober 1924, dari keluarga miskin di Jinjiang, Quanzhou, Cina. Orang tuanya adalah Henry H. Sy dan Tan O. Sia. Dia berumur dua belas tahun ketika dia pertama kali tiba di Filipina, bekerja di toko kelontong kecil ayahnya selama lebih dari dua belas jam sehari, setiap harinya. 

Ketika Sy datang ke Filipina, Sy kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di tanah asing, terutama dengan belajar berbahasa Inggris. Selama Perang Dunia II, ekonomi Filipina runtuh dan toko Sy juga sempat terbakar habis. Sy bahkan ditinggal Ayahnya kembali ke Tiongkok saat itu, tetapi dia tetap tinggal di Filipina.

Setelah tokonya terbakar, Sy terus berjualan di jalanan untuk menghidupi dirinya sendiri, dengan kondisi ayahnya tak lagi di sisinya. Bahkan Sy pernah ditembak oleh peluru nyasar di jalanan dan hampir mati kehabisan darah jika tak langsung dilarikan ke rumah sakit saat itu.

Setelah sukses dengan cabang-cabangnya, Sy memutuskan untuk membuka toko sepatu bermerk Shoe Mart (SM). Toko itu juga sangat sukses hingga dia memutuskan untuk membuka lebih banyak cabang lagi. 

Sy kemudian mendiversifikasi barang dagangannya karena adanya keterbatasan pasokan dari pemasok. Dia kemudian menjual pakaian jadi dan berbagai barang-barang lainnya.

Sy membuka toserba pertamanya pada tahun 1972, di masa tengah terjadi darurat militer di Filipina. Dia juga menghadapi krisis Asia 1997 yang membuatnya harus menunda pengembangan bisnis ritelnya. Tapi kini, malnya ada di mana-mana. (eds/ang)




Leave a Reply