- January 24, 2019
- Posted by: admin
- Category: Berita

Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) cabang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar Forum Group Discuss (FGD) di Kampus FKIP Univesitas Sriwijaya (Unsri) Jalan Ogan, Bukit Besar Palembang, Rabu (23/1).
Palembang, BP
Menyikapi berbagai permasalah sejarah dan budaya terutama di kota Palembang kaitan dengan peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang hingga masa kolonial Belanda yang semakin lama semakin rusak dan hilang akibat salah satunya tidak seriusnya upaya penyelamatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat selama ini, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) cabang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar Forum Group Discuss (FGD) di Kampus FKIP Univesitas Sriwijaya (Unsri) Jalan Ogan, Bukit Besar Palembang, Rabu (23/1).
Turut hadir Sultan Mahmud Badaruddin IV, Djaya Wikrama RM Fauwaz Diradja, Ketua MSI Cabang Sumsel, Dr Farida R Wargadalem Msi dan jajaran pengurus, Ketua Dewan Kesenian Palembang, Vebri Al Lintani, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah kota Palembang Dr Suherman SPd M Si
Menurut, Ketua MSI Cabang Sumsel, Farida R Wargadalem menilai Cagar Budaya Sumatera Selatan banyak yang dirusak untuk kepentingan pembangunan seperti Pasar Cinde dan Pembangunan Galery di Bukit Seguntang.
Hal ini menurutnya, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Untuk menghentikan laju kerusakan Cagar Budaya tersebut perlu adanya pemahaman eiditic atau pemahaman yang menyeluruh terhadap cagar budaya di Sumatera Selatan, selain itu perlu adanya partisipasi masyarakat Sumatera Selatan untuk menghentikan pengrusakan tersebut melalui gerakan masyarakat dalam bentuk class action.
Untuk itu menurut dosen Pendidikan Sejarah FKIP ini menambahkan pemahaman bisa muncul jika tidak memiliki pengetahuan , dengan dialog-dialog itu pihaknya akan memberikan pemahaman-pemahaman sehingga ada rasa memiliki , jika sudah ada rasa memiliki maka keinginan berbuat akan ada terkait penyelamatan cagar budaya dan sejarah di Sumsel.
Apalagi dia melihat selama ini menyebabkan kondisinya sangat mengkhawatirkan terkait situs cagar budaya dan sejarah yang ada di Sumsel terutama di Palembang , apalagi situs-situs kerajaan Sriwijaya dimana? Dan dirinya sudah melakukan penelururan sejak tahun 2015 banyak situs-situs bersejarah di Sumsel banyak yang lenyap dan terakhir kasus Bukit Siguntang.
“ TPKS itu betul, pemukiman Sriwijaya tapi itu di ciptakan, tetapi kalau berbicara tentang situs yang tak terputus dari masa Sriwijaya hingga sekarang dan sosoknya ada walaupun kondisinya babas bingkas kata istilah orang Palembang , itulah Bukit Seguntang dan itu membuat sedih bukan hanya kita tapi juga semua puak-puak melayu yang menganggap mereka dari Bukit Seguntang, trus mau diapakan?, kalau bicara TPKS kondisinya tidak memprihatinkan seperti di Bukit Seguntang ,” katanya.
Pihaknya berharap dengan pemerintahan yang baru, jangan sampai menjadi golongan yang disalahkan oleh generasi yang akan datang, karena kondisi penyelamatan cagar budaya dan sejarah di Sumsel sangat kritis.
“Sumsel itu sangat besar dan kebesarannya diakui oleh dunia , kalau kita tidak mengenalnya dan hanya sebatas awang-awang, apa gunanya, nanti sampai suatu saat dimana masa generasi muda akan menyalahkan kita, mereka juga mencari dirinya sendiri lalu muncul konon-konon, bicara tidak bicara tentang konon-konon, sejarah itu bicara soal data dan fakta, ini yang memprihatinkan kita saat ini, kalau boleh saran kepada pemerintahan saat ini tempatkanlah seseotang sesuai dengan posisinya , tempatnya, kemampuannya dan bidangnya sehingga tidak salah kaprah dalam menjalankan kebijakan dan itu sudah terbukti dalam kasus Bukit Seguntang, “ katanya.
Dalam FGD tersebut menurutnya dihasilkan kesepakatan dimana perlu dilakukan pendataan dan membuat peta situs dan peninggalan bersejarah di Palembang dan perlu dilakukan akurasi.
“ Harus dilihat juga lokasi situs itu, terus ajukan surat atas berbagai organisasi ke PT untuk soal melakukan penimbunan tanah di kawasan Palembang lama yang juga lokasi bekas penemuan prasasti Telaga Batu,” katanya.
Sedangkan Sultan Mahmud Badaruddin IV, Djaya Wikrama RM Fauwaz Diradjamengatakan, Kesultanan Akan selalu mendukung program- program Msi mengenai Pelestarian Sejarah dan adat Istiadat di Palembang Darussalam dan akan selalu bersinergi sehingga ke depannya kita masih memiliki warisan budaya-kebudayaan di Palembang Darussalam.
“ Sebagai langkah awal kita buat surat ke DPRD Palembang tapi kita petakan dulu supaya diukur dan memblok situs-situs milik kita bersama, selain Kesultanan, MSI, dari guru-guru buat surat ke BPN soal blok jika ada mengklaim situs-situs bersejarah di Palembang, jadi kita tidak usah pikirin Dinas Kebudayaan, asal ada surat dari lembaga yang jelas maka BPN akan memblok,” katanya.
Ketua Dewan Kesenian, Palembang Vebri Al Lintani , mengingat semakin banyaknya situs sejarah dan budaya terancam punah dan bahkan hilang, maka diperlukan peta situs sejarah dan budaya di Sumsel, utamanya di Palembang ug dikerjakan secara kolektif oleh seluruh pemangku kepentingan
Seluruh organisasi masyarakat pencinta sejarah perlu bersatu untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang memgancam keberadaan situs sejarah dan budaya di kota Pusaka ini. Jangan sampai kota pusaka ini kehilangan pusaka.
“ Peta ini kita sosialisasikan dengan Kementrian dan itu dibuat diatas notaris ini dan kita lihat kota ini sudah menjual pusaka-pusaka ini, “ katanya.
Dia mengaku kecewa yang kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) yang gagal menjadi cagar budaya nasional karena banyaknya bangunan –bangunan yang merusak lingkungan BKB.
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah kota Palembang DrSuherman SPd M Si menilai, pentingnya gerakan-gerakan masyarakat-masyarakat pecinta sejarah termasuk organisasi aksi asosiasi guru sejarah Indonesia baik tingkat provinsi dan kabupaten kota dan masyarakat sejarah Indonesia provinsi dan kabupaten kota dan dibawah naungan MGMP sejarah kota Palembang dan provinsi guna membangkitkan nilai-nilai pembangunan sejarah di kota Palembang termasuk di Sumsel terutama kepada para pemangku kebijakan dan pimpinan darerah di Sumsel.
“ Konsep ini dapat berjalan dengan baik, apabila kita adanya dialog antara pemerintah , terutama pemerintah kota Palembang, provinsi , Gubernur dan walikota, adanya duduk bersama dengan lembaga-lembaga adat , artinya konsep pembangunan kota Palembang ada dua dimensi, pertama dimensi konsep kota dan dimensi konsep provinsi, “ katanya.
Dan diharapkan, konsep-konsep dalam pembangunan kota Palembang , tidak menghilangkan nilai-nilai sejarah, artinya jika membangun misalnya membangun Jembatan Ampera tapi tidak menghilangkan nilai-nilai sejarah.#osk