- January 26, 2019
- Posted by: admin
- Category: Berita

Foto: Ari Saputra
Jakarta – Majalah ekonomi asal Inggris, The Economist mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kritik itu menekankan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mengedepankan geliat investasi menarik Investor.
Menanggapi hal tersebut pihak istana akhirnya buka suara. Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyampaikan banyak kritik yang perlu diklarifikasi karena tidak didasarkan data yang akurat dan peta komprehensif atas kemajuan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu.
“Kami mengapresiasi kritik yang disampaikan oleh The Economist, namun banyak dari kritik yang perlu diklarifikasi,” kata Erani dalam keterangannya, Sabtu (26/1/2019).
Berikut klarifikasi lengkap dari pihak istana:
1.Pertumbuhan EkonomI RI
Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika menyampaikan misalnya sepanjang 2015-2017 pertumbuhan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) terus mengalami peningkatan.
“Rata-rata tumbuh 5,2% per tahun, sedangkan periode 2012-2014 tumbuh 3,5% per tahun,” kata Erani dalam keterangannya, Sabtu (26/1/2019).
Kemudian pertumbuhan PMTDB sepanjang 2012-2014 lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,6% per tahun, dan yang sebaliknya terjadi pada 2015-2017.
Pada bagian lain, kontribusi PMTDB terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari 31% pada 2010 menjadi 32,16% pada 2017.
Realisasi penanaman modal dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Jika memerhatikan perkembangan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi dunia mulai melambat sejak 2011.
Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik dari 5,01% pada 2014 menjadi 5,17% pada 2018 (Triwulan III). Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan penurunan sejak 2011 hingga 2015. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,4% dan turun menjadi 4,9% pada 2015; setelah itu pertumbuhan ekonomi menanjak kembali secara perlahan di saat negara lain pertumbuhan ekonomi makin turun, termasuk Cina.
“Kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Untuk pertama kalinya sejak 2016 pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan secara bersamaan. Seperti diketahui, pada periode 2005-2014 ketimpangan pendapatan terus meningkat,” ujar Erani.
Kemiskinan turun dari 11 persen (2014) menjadi 9,6% (2018). Pengangguran turun dari 5,94% (2014) menjadi 5,3% (2018). Ketimpangan pendapatan turun dari 0,4 (2014) menjadi 0,38 (2018).
Inflasi cenderung turun, yang menjadi ukuran perbaikan daya beli masyarakat. Inflasi pangan terkendali. Pada 2015-2018, inflasi harga pangan (volatile food) hanya 2,2% per tahun; periode 2010-2013 rata-rata 9,6% per tahun; dan periode 2005-2008 rata-rata 14,3% per tahun.
Pertumbuhan PDB per kapita lebih tinggi dari inflasi. Pada Periode 2015-2017, rata-rata pertumbuhan PDB per kapita sebesar 3,68% per tahun dengan inflasi rata-rata 3,39% per tahun. Pertumbuhan PDB per kapita sepanjang 2012-2014 rata-rata 4,1% per tahun dimana rata-rata inflasi sebesar 7% per tahun.
Manajemen fiskal terkelola dengan baik, yang tergambar dari defisit di bawah 3 peIndikator sektor keuangan sehat. NPL di bawah 5 persen dan CAR di atas 20% dari PDB dan utang di bawah 30% dari PDB.
2.Penanaman Modal di Indonesia
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyampaikan satu pencapaian yang menarik adalah realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sejak 2016, pertumbuhan PMDN rata-rata di atas 20 persen. Pada bagian lain, porsi PMDN pada realisasi penanaman modal meningkat dari 29% pada 2010 menjadi 37% pada 2017.
“Hingga Triwulan III-2018, penyerapan tenaga kerja PMDN sebanyak 327.206 orang dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2014 sebanyak 234.497 orang,” kata Erani.
Pada 2010, pertumbuhan ekonomi global mencapai 5,4% turun menjadi 4,1% pada 2011 menjadi 3,4% pada 2012. Pada 2013 ekonomi global hanya terakselerasi 3,3% dan mencapai titik terendah pada 2015 sebesar 3,1%. Pola yang demikian mengikuti pergerakan penanaman modal dunia.
Sementara itu pada 2012 total penanaman modal tumbuh hingga 24% dan mencapai level tertinggi pada 2013 sebesar 27%. Realisasi tersebut turun signifikan dan hanya tumbuh 16% pada 2014. Tren perlambatan investasi mulai pulih, pada 2017 ada pertumbuhan 13% di mana 2016 tumbuh 12%.
Kemampuan pemerintah dalam membalikkan kecenderungan penurunan pertumbuhan penanaman modal merupakan kinerja dari reformasi yang dilakukan. Beberapa hal tersebut adalah.
(i) deregulasi dan debirokratisasi melalui paket-paket kebijakan, (ii) implementasi one single submission (OSS), (iii) peningkatan peringkat daya saing dari 50 (2012) menjadi 36 (2018), (iv) peringkat ease of doing business naik dari 129 (2011) menjadi 72 (2018).
Kemudian, Erani menambahkan saat ini ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan kondisi industri yang masih bergerak positif yaitu:
a. Pemerintah selama 4 tahun ini justru menghentikan persoalan deindustrialisasi dan mendorong proses reindustrialisasi, salah satunya melalui BUMN. Berbagai BUMN industri strategis, seperti PT INKA, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT PINDAD, PT Barata Indonesia, Krakatau Steel telah mampu menembus pasar internasional. Jika mampu ekspor berarti kegiatan produksi di sektor industri terus berjalan dan lapangan kerja tentu kian terbuka.
b. Sepanjang 2015-2017, industri unggulan nasional mampu tumbuh positif di atas pertumbuhan ekonomi nasional, seperti industri makanan dan minuman tumbuh rata-rata 8% per tahun, industri kimia, farmasi, dan obat 5,87%; serta industri mesin dan perlengkapan 6,06%.
c. Ekspor produk industri manufaktur pada semester I-2018 mencapai 71,6% dari total ekspor.
d. Tenaga kerja sektor industri meningkat 17% dari 15 juta orang pada 2014 menjadi 18 juta orang pada 2018.
e. Pemerintah juga telah mengembangkan 13 Kawasan Industri sepanjang 2015-2018.
f. Laporan Bank Dunia 2017, Indonesia menempati urutan ke-5 negara dengan kontribusi industri manufaktur tertinggi, yaitu 20,5%. Sedangkan empat (4) negara lainya adalah Cina (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%).
3.Masalah Ketenagakerjaan
The Economist juga menyebutkan ada masalah dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Menurutnya tenaga kerja di Indonesia belum terampil, bahkan menuntut upah yang tinggi.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menjelaskan perkembangan sektor ketenagakerjaan:
a. Porsi tenaga kerja formal justru meningkat. Pada Agustus 2014, porsi pekerja formal mencapai 40% dan meningkat menjadi 43% pada Agustus 2018. Hal ini menggambarkan kualitas tenaga kerja semakin membaik.
b. Porsi tenaga kerja setengah pengangguran dan pekerja paruh waktu menurun. Pada Agustus 2014, porsi tenaga kerja yang berstatus setengah penganggur dan pekerja paruh waktu masing-masing 22% dan 6,6% dari tenaga kerja, sedangkan pada Agustus 2018 masing-masing 22,7% dan 8,4%.
c. Produktivitas tenaga kerja Indonesia pada kenyataannya terus meningkat. Data ILO menunjukkan produktivitas pekerja pada periode 2014-2018 tumbuh sebesar US$ 1.408 atau 18%. Peningkatan itu masih lebih baik dari periode 2009-2013 yang hanya naik sebesar US$ 1.122 atau 17%.
d. Pemerintah tidak hanya menitikberatkan pada aspek produktivitas semata, namun juga fokus pada peningkatan kualitas SDM agar dalam jangka panjang produktivitas tenaga kerja semakin baik.
e. Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan upah minimum sebagai komitmen mendorong produktivitas yang disesuaikan dengan kemampuan pelaku industri. Rata-rata upah minimum provinsi (UMP) secara nasional sepanjang 2014-2019 naik 60%.
f. Pemerintah telah mendorong program vokasi dan bekerja sama dengan pelaku industri agar menghasilkan sumber daya manusia (SDM) tenaga kerja yang siap kerja dan ahli di bidangnya (program link and match)
(kil/eds)