DPR Usulkan RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah

1Jakarta, BP-Anggota Komisi VIII DPR RI,  H Anda, menegaskan, agar pelaksanaan haji dan umroh lebih baik, pihaknya mengusulkan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. RUU ini juga  sebagai revisi terhadap UU No.13 tahun 2018.  “Khusus masalah operator, regulator dan pengawasan  masih terjadi kekurangan dalam peyelenggaraan ibadah haji. RUU ini akan diputuskan di Paripurna DPR RI akhir Mei 2016 ,” ujar H Anda di Ruangan Wartawan DPR RI, Jakarta, Selasa (12/5).
Menurut Anda,   disahkan menjadi   RUU inisiatif DPR RI diharapkan antara regulator, operator dan pengawasan  bisa berjalan   baik, dan professional. Hanya saja pemerintak seperti tidak siap dengan pelaksanaan RUU ini.
Ketidaksiapan pemerintah kata Anda, diduga karena pengelolaan keuangan haji  mencapai 9 triliunan rupiah dalam laporan haji tahun 2015, namun realisasinya menjadi Rp 10.150 triliun. Sehingga ada kelebihan Rp 1.150 triliun. “Laporannya belum selesai, tapi tetap membahas RUU ini secara paralel. Kalau RUU ini tidak direspon berarti pemerintah tidak berpihak kepada umat Islam untuk menyelenggarakan ibadah haji yang baik dan profesional,” kata Anda.
Dengan RUU ini lanjut dia, Kemenag RI   menjadi regulator sedangkan  operator dilakukan  BPHI (Badan Penyelenggara Ibadah Haji) dan sebagai pengawas   Majelis Amanah Haji (MAH). Anggota MAH  terdiri  3 orang dari kementerian yang memahami hukum syariah, 2 orang menejer, 1 orang keuangan, dan 1 orang lagi ahli hukum.
Dia menambahkan, biaya Penyelenggaraan ibadah haji   resmi Rp 34.641 juta, tapi seluruh biaya yang ditanggung mencapai Rp 64 juta. Kekuarangan tersebut berasal dari dana optimalisasi haji   Rp 3,9 triliun  yang berasal dari bunga dana jamaah haji.
 Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia, H  Ade Marfuddin mengakui  pemerintah selama ini kurang berpihak kepada jamaah haji, maka wajar jika  ada UU No.17 tahun 1999, disusul UU No.13 tahun 2008 tentang haji, dan kini   usulan RUU yang akan memisahkan antara regulator, operator, pengawas haji dan umroh. Persoalannya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) yang ada saja belum dijalankan, berarti Kemenag RI   tidak siap.
 Bahkan   BPKHI  kata Ade,   sampai sekarang belum dibentuk, sesuai dengan UU No.24 tahun 2013 tentang BPKHI. Padahal, menurut Anggito Abimanyu (mantan Dirjen Haji dan Umroh) Kemenag RI, keterlambatan pembentukan BPKHI itu berarti dzolim.
Dia berharap pemerintah dan DPR  harus berani     memisahkan antara operator, regulator dan pengawas haji. Apalagi ada   dana APBN dan APBD dalam pelaksanaan haji itu. Mestinya ada laporan keuangan haji setiap tahun kepada jamaah haji. Baik yang belum maupun   sesudah berangkat haji. “Bayangkan kalau dalam setahun jamaah daftar tunggu     sampai 3 juta orang, berapa uang yang tersimpan?” tanya Ade.
Ketua Badan Pengawas Haji Indonesia (BPIH)  Samidin Nashir menyatakan, ibadah haji  merupakan tugas nasional    berbagai   aspek dan melibatkan ratusan ribu jamaah haji, maka harus ditangani dengan menejemen   profesional. Ibadah haji   ibarat pemindahan logistik,   harus benar-benar cermat, kompetensi tinggi, standar operasional (SOP)   jelas dan   harus dilakukan dengan   matang.
Diakui  BPKHI tersebut juga belum jalan, akan tetapi      jika uang penyelenggara haji  harus menunggu   dari BPKHI, tidak akan jalan.   Karena, koordinasi masalah keuangan   sulit,   birokrasi dan prosedur keuangan  seringkali menghambat   pelaksanaan haji. #duk


Leave a Reply