Ketua MPR: Tanpa Persatuan Takkan Lahir Indonesia

2Jakarta, BP-Proklamasi itu pendek saja. Pernyataan singkat yang tidak menggetarkan perasaan. Pernyataan itu tidak dipahatkan di atas perkamen dari emas.
Kalimat-kalimat itu hanya digoreskan pada secarik kertas dari buku tulis anak sekolah. Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu.
Bung Hatta juga memiliki kisah tentang pembuatan teks proklamasi. Bung Karno meminta Putri, Wakil Presiden keenam Tri Sutrisno dan Wakil Presiden ke sebelas Boediono.
Dialog kedua proklamator itu, menurut Ketua MPR Zulkifli Hasan, sangat manis untuk dikenang dan syahdu untuk direnungkan. Mereka saling menghormati, dan mengetahui peran serta kelebihan masing-masing. Mereka saling melengkapi menyatu dan bersatu.
“Keduanya menggambarkan dan mewakili suasana kebatinan seluruh rakyat. Tanpa persatuan tak akan lahir Indonesia. Tanpa persatuan tak akan bertahan Indonesia hingga berbilang abad. Tanpa persatu tak akan ada kemajuan. Tanpa persatuan tak akan ada keadilan dan kemakmuran bersama. Bersatu, bersatu, bersatu, itu yang dibutuhkan dari dulu, kini, esok hari hingga seterusnya,” kata Zulkifli.
Ketua MPR juga mengatakan kuatnya kehendak masyarakat untuk menghidupkan kembali haluan negara. Tujuannya  agar kepentingan nasional menjadi lebih terukur, terencana, terwujud dan tidak terhenti hanya pada saat pidato atau kampanye saja.
Menurut Zulkifli,  MPR meyakini pentingnya haluan negara untuk  menghindari terjadinya penyelewengan kekuasaan.  Karena haluan negara menjadi rambu agar Indonesia tidak goyah dalam menghadapi pergaulan global. Isi dan substansi haluan negara harus menegaskan bahwa sumber daya alam memberi manfaat bagi kemakmuran rakyat. Juga menjadi arah dan visi menuju bangsa yang produktif dan bersaing tingg
 
Keluar Dari Zona Aman
Presiden Joko Widodo dalam  pidato agenda tunggal sidang paripurna MPR menyatakan,  Indonesia berada pada era persaingan global. Kompetisi antar negara luar biasa keras dan sengit. “Untuk memenangkan kompetisi, untuk menjadi bangsa pemenang, kita harus berani keluar dari zona nyaman. Kita harus kreatif, optimis, dan melakukan terobosan-terobosan untuk mempercepat pembangunan nasional demi meningkatkan daya saing kita sebagai bangsa,” kata presiden.
Tanpa keberanian keluar dari zona nyaman, tambah presiden, kita akan terus dihadang oleh kemiskinan, pengangguran, ketimpangan sosial. “Diperlukan langkah-langkah terobosan, kecepatan, dan lembaga-lembaga negara yang kuat dan efektif untuk mengatasi tiga masalah utama tersebut,” ujarnya.
Selain itu, lanjut presiden, diperlukan keteguhan dalam menjunjung ideologi bangsa, konstitusi negara, dan nilai-nilai keutamaan bangsa.
Berikutnya presiden menyampaikan kinerja masing-masing lembaga negara. Jokowi menyebut kinerja DPR dalam pelaksanaan fungsi legislatif. “Kita menyadari yanf penting bukan banyaknya Rancangan Undang- Undang yang disahkan menjadi Undang-Undang, tetapi kualitas dan manfaat dari Undang-Undang itu bagi rakyat,” paparnya.
Pada tahun 2016 ini, DPR bersama Pemerintah telah menyelesaikan 10 Rancangan Undang-Undang untuk disahkan menjadi Undang-Undang, antara lain Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Undang-Undang tentang Amnesti Pajak yang mendukung sumber penerimaan negara; serta Undang- Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam sebagai bagian dari upaya pemajuan kesejahteraan nelayan serta sektor kemaritiman di Tanah Air.
Presiden juga memberi catatan kinerja Mahkamah Agung. Produktivitas memutus perkara di Mahkamah Agung hingga akhir tahun 2015 adalah yang tertinggi dalam sejarah Mahkamah Agung. Sisa perkara hingga akhir tahun 2015 juga terendah dalam sejarah. Ini berarti bahwa tunggakan perkara, secara konstan berhasil dikurangi.
“Dari sisi waktu, sekitar 12 ribu perkara atau 82 persen diputus oleh Mahkamah Agung sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, yakni kurang dari tiga bulan,” ungkap Jokowi.
Selain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi juga menunjukkan kinerja penanganan perkara. Pada kurun waktu Agustus 2015 hingga Juli 2016 telah menerima 244 permohonan perkara konstitusi. Dari jumlah itu, 92 perkara merupakan pengujian undang- undang, satu perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), dan 151 perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.duk



Leave a Reply