- January 19, 2019
- Posted by: admin
- Category: Berita
Jakarta – BPJS Watch menilai penerapan urun biaya dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 berpotensi merugikan pasien. Potensi berasal dari bias pelayanan rumah sakit kepada pasien, yang minim pengetahuan soal tindakan medis.
“Rumah sakit berpeluang mengkondisikan sedemikian rupa sehingga pasien terkesan butuh pelayanan tersebut, meski sebetulnya belum tentu. Contoh paling mudah dikatakan harus operasi caesar padahal bisa melahirkan normal,” kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, Sabtu (19/01/2019).
Menurut Timboel, risiko kerugian bisa ditekan bila ada pengawasan ketat kepada rumah sakit. Pengawasan memastikan rumah sakit hanya menawarkan pelayanan yang butuh urun biaya, hanya kepada pasien yang benar-benar membutuhkan. Pelayanan tidak ditujukan pada sembarang pasien asal mampu membayar.
Timboel menjelaskan, konstruksi Permenkes 51/2018 memang membolehkan rumah sakit menanggung biaya pengobatan bersama pasien. Namun aturan hanya bisa diterapkan bila ada permintaan dari pasien. Rumah sakit tak bisa mempengaruhi atau memaksa pasien mengambil layanan, yang sebetulnya tidak diperlukan.
Aturan urun biaya hingga kini belum dilaksanakan di rumah sakit. Penerapan masih menunggu aturan dari (Kementerian Kesehatan) terkait layanan yang bisa dikenakan biaya tambahan. Caesar sendiri belum tentu masuk dalam tindakan yang perlu biaya tambahan.
“Kepentingan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus terwakili dalam keputusan layanan yang butuh biaya tambahan. Keputusan harus objektif dan melindungi masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan terbaik,” kata Timboel.
Permenkes 51/2018 memungkinkan peserta BPJS Kesehatanmembayar urun biaya untuk rawat jalan pada setiap kunjungan. Besarnya urun biaya di rumah sakit kelas A dan B adalah Rp 20.000, sedangkan di rumah sakit kelas C dan D sebesar Rp 10.000. Besaran urun biaya untuk rawat inap adalah 10 persen dari biaya pelayanan dalam Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s), atau maksimal Rp 30 juta. (up/up)