Menapak dunia panggung sejak usia 9 tahun, usia yg terlalu dini untuk menjadi tulang punggung hidup keluarga. Itulah yg dijalani seorang perempuan bernama Nunung. Bermula dari panggung Srimulat, televisi dan kini panggung podcast. Puluhan tahun tak berhenti dari panggung, tak berhenti menjadi tulang punggung, tak jeda menjadi pohon uang, pengayom dan rumah bagi keluarga. Meski kini tak lagi punya rumah, bahkan untuk dirinya sendiri.

Hari2 ini kita melihat Nunung tak sedang berperan di panggung pertunjukan, melainkan panggung realita hidup. Yg ternyata tragedi.

Dan kita terkesima. Beliau ternyata pernah sangat kaya. Tabungan ratusan milyar, sepatu ratusan pasang, korset ratusan juta. Rumah, apartemen, villa. Semua pernah dimilikinya. Yg kini sirna, bukan karena tongkat sihir salah mantra sim salabimnya, melainkan karena untuk hidup puluhan orang yg berstatus keluarga, yg menyandar padanya serupa (nuwun sewu) parasit.

Kisah hidup seorang Nunung menghadapkan kita pada sebuah pelajaran, bahwa menjadi orang baik ternyata tidak mudah. Bahwa sebaik2nya niat menjadi orang baik, sebaiknya jangan sangat baik.

Beberapa orang sering tak berdaya saat menerima seseorang yg menangis memerlukan bantuan (biasanya hutang), saking tak berdayanya sehingga membuatnya tak waspada bahwa suatu saat dia akan dibuat menangis oleh pihak yg dibantu itu.

Nunung, seorang bintang dg beragam peran. Sekian peran yg dilakoninya semua memberikan hiburan bagi kita semua karena dia adalah primadona lawak. Ironisnya lakon hidup realitanya adalah tragedi.

Namun niscaya Nunung tak akan pernah kehilangan panggung. Kiranya layar panggung untuknya akan terbuka lagi, baik panggung pertunjukan maupun realita hidup.
Dan kita semua berharap bahwa dia berani beralih peran tak lagi menjadi seorang baik yg terlalu baik. Beralih peran menjadi seorang yg mampu berkata : “Tidak, sudah cukup.”
Bukan peran antagonis, melainkan bijak.(SanieBKuncoro)



Leave a Reply