- June 8, 2016
- Posted by: admin
- Category: Berita
No Comments
Jakarta, BP-Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menegaskan, jumlah bidan di Indonesia mencapai 325 ribu orang, melebihi jumlah wajar. Bahkan banyak bidan tidak memiliki kompetensi dan kemampuan memadai. Sehingga, Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi (Dikti) diminta tidak sembarangan mengeluarkan izin sekolah bidan.
“Menurut catatan badan kesehatan dunia (WHO) jumlah 325 orang melebihi kebutuhan. Sebab, seorang bidan idealnya melayani 1.000 penduduk. Dan bidan tidak dibenarkan mengeluarkan resep obat bagi pasien. Karena itu, RUU Kebidanan sangat penting untuk mengatur fungsi dan peran bidan di tengah masyarakat,” tegas Irma Suryani dalam forum legislasi ‘RUU Kebidanan’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (7/6).
Menurut Irma, bidan harus memiliki sertifikat, lesensi, bahkan terakreditasi sebagai legitimasi untuk kompetensi, surat izin praktek kebidanan, dari dalam maupun luar negeri. Dan UU Kebidanan nanti menjadi dasar hukum bidan bekerja di lapangan.
“Pasalnya, tidak semua bidan bisa praktek mandiri. Mereka selama ini berfungsi sebagai asisten dokter, atau tim pelayanan kesehatan,” kata politisi dari Nasdem ini.
Selain itu kata Irma, diperlukan Majelis Kebidanan Indonesia, agar tidak terjadi jual-beli sertifikat serta lisensi kebidanan. UU kebidanan ini juga untuk menghindari tumpang-tindih dengan UU Kedokteran, UU Kesehatan, UU serta Keperawatan.
Irma mengakui masih banyak daerah belum memiliki bidan lantaran mereka tidak ingin bekerja di daerah terpencil dengan alasan minimnya gaji atau penghasilan yang didapat. “Meski Indonesia surplus bidan, namun pendistribusiannya tidak merata. Bidan lebih banyak berada di kota dan kurang tertarik dipekerjakan di daerah terpencil,” kata Irma.
Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi mengatakan, sekitar 80-an ribu bidan tersebar di seluruh Indonesia. Bidan perlu dibekali aturan, perlindungan, keamanan, kenyamanan, keselamatan, pendidikan, keterampilan, dukungan dan kepastian kebijakan UU Kebidanan. Soalnya, 87 % ibu hamil melahirkan di bidan, dan masih banyak meninggal dunia.
Emi menambahkan, bidan juga perlu pengembangan diri dan keilmuwan mengingat keberadaan bidan berdampak langsung kepada masyarakat. Bidan melayani ibu dan anak sejak hamil 27 hari, proses persalinan dan sampai Balita.
Mantan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Mohamad menyatakan, kehadiran UU Kebidanan sangat dibutuhkan. Hanya saja perlu diperhatikan antara peranan IBI sebagai organisasi profesi bidan, kriteria seorang bidan, kompetensi bidan harus dipenuhi, dan wewenang bidan apa saja.
Hal itu lanjut Kartono, penting karena jika terjadi mal praktek, akan berurusan dengan hukum. Sebab, antara etika dan mall praktek itu berbeda. Mal praktek jika terbukti dokter atau bidan lalai, atas ketidaktahuannya menangani pasien. Semua harus diproses secara hukum.
Dikatakan, boleh saja bidan bercita-cita tinggi, tapi harus bisa direalisasikan. Seperti mengeluarkan resep dokter, bidan itu tidak boleh mengeluarkan resep obat, karena melanggar UU. “80 % ibu melahirkan secara normal, sehingga tidak semua membutuhkan persalinan melalui dokter atau bidan,” paparnya. #duk