Fahri Hamzah: Problem Najwa Shihab Dianggap Tak Netral di Masa Lalu


Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto: Lamhot Aritonang)

Jakarta – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku tidak masalah jika Najwa Shihab menjadi moderator debat capres kedua. Namun, dia menyoroti masa lalu Najwa Shihab.

“Saya percaya Najwa akan netral tapi problemnya di masa lalu Najwa pernah dianggap tidak netral,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

Meski demikian, Fahri memandang Najwa saat ini sudah mulai netral. “Meskipun saya tahu dia secara pribadi sekarang mulai ke tengah,” sebut Fahri.

Fahri menegaskan dia tak punya masalah terkait moderator maupun panelis yang akan ditunjuk untuk memandu debat capres kedua. Namun, yang dia permasalahkan ialah soal sistem debat.

“Tapi lebih baik memiliki panelis yang tak netral daripada sistem debat kayak kemarin,” sebut Fahri.”

Saya termasuk yang setuju saja, panelis yang partisan pun saya setuju. Yang penting metode debat diubah supaya kesempatan antara kandidat itu berdebat dan berdialog itu lebih banyak,” ucap Fahri.

Fahri memandang debat capres-cawapres perdana seperti kompetisi cerdas cermat. Dia meminta hal ini diubah oleh KPU dan diterapkan di debat capres kedua.

“Daripada diatur waktunya kayak cerdas tangkas yang kemarin itu. Saya kira itu nggak bagus ya dan saya setuju sekali lagi. Tidak perlu ada jeda iklan. Biarkan pertarungannya sampai selesai, biar kita lihat sebuah kepuasan bagi masyarakat melihat pertarungan cukup panjang. 90 menit nggak usah ada potongan,” tutur Fahri.

Soroti Potensi Golput, Fahri Minta KPU Benahi Debat

Fahri juga menyoroti potensi pemilih golongan putih (golput) di Pemilu 2019. Agar angka golput bisa ditekan, Fahri meminta KPU membenahi sistem debat. 

“Makanya bikin menarik ini debat. Ini challenge buat KPU. Kalau dia gagal membuat debat ini menarik, jumlah golput akan meningkat,” ucap Fahri.

Menurut Fahri, debat bisa memengaruhi arah pilihan pemilih maupun mengubah sikap pemilih golput. Menurutnya, masyarakat harus bisa dibuat merasakan bahwa setiap pemimpin pasti punya dampak kepada kehidupan rakyatnya.

“Sebab orang tidak merasa ada hubungannya antara pergantian pemimpin dengan nasibnya,” ucap Fahri.

“Begitu, di mana-mana di seluruh dunia begitu. Begitu penyelenggaraan pemilunya plain (datar), kemudian tidak atraktif, terutama tadi, akibat mau hemat,” pungkasnya.(gbr/jbr)





Leave a Reply